Rabu, 13 Januari 2016

Resensi Buku KAMMI dan Pergulatan Reformasi



Judul               : KAMMI dan Pergulatan Reformasi (Kiprah Politik Aktivis Dakwah Kampus       dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional           Multidimensional)
Penulis            : Mahfudz Sidiq
Penerbit          : Era Intermedia
Tahun             : 2003
Tebal              : 316 Halaman


Resensi Buku KAMMI dan Pergulatan Reformasi

Mahfudz Sidiq adalah seorang politisi. Lahir 25 September 1966. Akrab dengan politik semenjak S1 FISIP UI Jurusan Ilmu Politik, kemudian S2 FISIP UNAS Jurusan Ilmu Politik. Beliau pernah menjadi Ketua Kaderisasi PKS (1999-2005), Ketua Badan Perencanaan Dakwah DPP (2005-2009), juga wakasekjend PKS. Sementara di DPR menjadi Ketua FPKS (2004-2009), Anggota Komisi 2 DPR RI (2004-2009), Ketua Komisi 1 DPR RI (2010-2014), dan masih banyak yang lainnya. Dari sini kita melihat bahwa Beliau telah lama aktif di Tarbiyah dan sebagai aktivis dakwah kampus.

Buku yang Beliau tulis ini merupakan tesis di program Paska Sarjana Ilmu Politik UNAS. Terdiri dari 9 Bab, antara lain: Bab 1 (membaca sejarah baru gerakan mahasiswa Islam dan perjuangan reformasi di era demokratisasi Indonesia), Bab 2 (demokratisasi dan gerakan mahasiswa Islam dalam perspektif teoritis), Bab 3 (sejarah dakwah kampus dan kelahiran KAMMI), Bab 4 (peran politik awal KAMMI: ikut melengserkan rezim otoriter Soeharto), Bab 5 (mengawal transisi demokrasi di era Habibie menuju Pemilu 1999), Bab 6 (konsolidasi dan dinamika gerakan: dari kesatuan aksi menjadi ormas mahasiswa ekstra kampus), Bab 7 (menuntut presiden Gus Dur mundur, koreksi KAMMI terhadap problem transisi demokrasi), Bab 8 (tiga tahun perjuangan: reformasi dan KAMMI di persimpangan jalan), bab 9 (kesimpulan dan penutup).

Bab 1 (membaca sejarah baru gerakan mahasiswa Islam dan perjuangan reformasi di era demokratisasi Indonesia) berisi tentang mahasiswa sebagai faktor paling dominan dalam upaya transisi kepemimpinan demokrasi. Reformasi yang dipelopori mahasiswa bukan sekedar tuntutan perbaikan dan perubahan namun juga perjuangan menuju masyarakat demokratis. Gerakan mahasiswa ini khususnya gerakan mahasiswa Islam (KAMMI) sebagai pendobrak angkatan 98 (sebagai gerakan mahasiswa terbesar) mampu menyerukan suaranya bersama rakyat dengan menggandeng berbagai gerakan mahasiswa lainnya.

Bab 2 (demokratisasi dan gerakan mahasiswa Islam dalam perspektif teoritis), pada bab ini menjelaskan bahwa bangsa-bangsa di dunia akhir 70-an mulai mengalami demokratisasi dari rezim otoriter ke demokrasi. Disebutkan pula teori 3 model jatuhnya rezim dan bahwa prosesnya dimotori mahasiswa dengan menggandeng rakyat. Adapun proses demokratisasi yaitu mulai dari berakhirnya rezim otoriter, dibangunnya rezim demokratis, pengkonsolidasian rezim demokratis itu (Huntington), selain itu juga pendapat Eep, yaitu mulai dari berjalan sebelum keruntuhan rezim otoritarian, liberalisasi politik awal, masa transisi, dan konsolidasi demokrasi. Di sini gerakan mahasiswa selalu menjadi kelompok aksi yang menyerukan demokratisasi. Selain itu munculnya aksi-aksi kelompok islam juga sangat berperan ddalam demokratisasi, karena selama orde baru, ia melihat banyak sesuatu yang terjadi tidak bersesuaian dengan ajaran agama.

Bab 3 (sejarah dakwah kampus dan kelahiran KAMMI), orde baru dengan kebijakan supernya, sehingga ia menyingkirkan lawan-lawan politiknya dari semua yang mengkritisi. Hingga terjadilah peristiwa Malari, dimana mahasiswa dituduh sebagai dalang peristiwa tersebut lalu ditangkaplah para aktifis mahasiswa. Tahun 74 keluarlah kebijakan NKK/ BKK sehingga aksi mahasiswa nyaris sepi, lebih banyak berkutat dengan kuliah biasa, KKN, dsb. Jika ada aksipun itu hanya dalam kampus dalam bentuk mimbar, diskusi, pernyataan sikap, dsb. Lalu angkatan 78 mulai bangkit terkait penolakan pencalonan kembali  Soeharto sebagai presiden. Lalu dewan mahasiswapun dibekukan oleh Pangkopkamtib, hanya boleh senat fakultas dan badan perwakilan mahasiswa.  Kebijakan ini membawa situasi yang sulit dimana aksi anti pemerintahan sangat sedikit. Gerakan ekstra kampus juga mendapatkan intervensi.

Bab 4 (peran politik awal KAMMI: ikut melengserkan rezim otoriter Soeharto), KAMMI muncul tidak lepaas dari adanya krisis ekonomi dan moneter dan juga kekecewaan pada politik orde baru yang mengekang. Angkatan 98 berkaitan dengan kekisruhan politik nasional juga presiden yang dicalonkan kembali dan berulang kali. Krisis moneter ini juga mempengaruhi aspek-aspek yang lain. Gebrakan angkatan 98 didobrak atau diawali oleh KAMMI dengan rapat akbar dengan berbagai elemen gerakan mahasiswa dan rakyat, selain di luar kampus, aksi juga di dalam kampus. Dalam mengusung reformasi dan turunkan Soeharto, KAMMI menggandeng Amien Rais, seorang tokoh ilmu politik yang menyerukan suksesi kepemimpinan terhadap orde baru. Gejolak sepanjang Mei 98 sangat besar hampir setiap hari terjadi demo di setiap daerah dan propinsi. Seperti tanggal 20 Mei ada rencana aksi sejuta massa, namun tidak jadi karena suasana yang mencekam. Monas serasa medan pertempuran, penuh kawat berduri, dsb. Hingga tanggal 21 sebagai puncaknya, beberapa gerakan mahasiswa masih berdemo, kemudian bertambah terus hingga akhirnya dengan terjadi kekacauan dimana-mana. Soeharto mundur, digantikan wakilnya.

Bab 5 (mengawal transisi demokrasi di era Habibie menuju Pemilu 1999), setelah terjadi reformasi, maka selanjutnya adalah tidak langsung membiarkannya, namun dengan mengawasinya agar sesuai tuntutan reformasi dengan 6 visi reformasinya, sampai akhirnya ada tragedi Semanggi. Sikap KAMMI tidak selalu mengikuti rezim atau menolaknya, namun mengawal sehingga reformasi berjalan atau tidak, seperti pemilu 99, SI MPR 98, ini saat pemerintahan Habibi. Hingga di Pemilu terpilihlah Abdurrahman Wahid dan Megawati.
Bab 6 (konsolidasi dan dinamika gerakan: dari kesatuan aksi menjadi ormas mahasiswa ekstra kampus), semenjak kiprah KAMMI sangat aktif dan masif, memiliki berbagai jaringan nasional dan internasional, untuk konsolidasi, kaderisasi, pengawal agenda reformasi, dan agenda perbaikan serta sebagai organisasilegal, maka dari situlah KAMMI menjadi ormas pada muktamar 1. Di bab ini juga menjelaskan karakteristik di setiap kepemimpinan ketua KAMMI juga membahas ideologi, visi dan misi, asas, prinsip, dan karakter gerakan, serta posisi KAMMI diantara organisasi pemuda dan mahasiswa, pemerintah, dan parpol.

Bab 7 (menuntut presiden Gus Dur mundur, koreksi KAMMI terhadap problem transisi demokrasi), adanya SU MPR 1999 dimana Habibi dicalonkan presiden yang diusung Golkar, sehingga terjadi pro kontra, sehingga aksi-aksi pun terus berlanjut oleh gerakan mahasiswa yang tidak pro, KAMMI masuk dibagian ini, bahkan yang kontra lebih banyak. Hingga terjadilah pemilu – meski ada sebagian gerakan mahasiswa yang menentang – terpilihlah Gus Dur dan Mega. Namun seiring berjalannya pemerintahan ini. Ternyata pernyataan, kebijakan yang dilakukan Gus Dur sangat aneh dan kontroversi, sehingga dari MPR sendiri – atas tuntutan mahasiswa juga – mengadakan sidang dan dimakzulkanlah Gus Dur kemudian Mega dijadikan presiden.

Bab 8 (tiga tahun perjuangan: reformasi dan KAMMI di persimpangan jalan), KAMMI tentu disini memperjuangkan demokratisasi dan menjadi kelompok aksi demokrasi. Posisi KAMMI  dalam sejarah  gerakan mahasiswa ialah KAMMI sebagai elemen ekstrakampus yang menonjol dan memimpin. KAMMI sebgai oposisi berciri moderat-kritis tidak ekstrim kiri dan tidak ekstrim kanan. bab ini juga membahas fase-fase perkembangan demokrasi. Dan disini KAMMI juga pernah mengambil sikap bahwa di tiga tahun ini terjadi kemandegan reformasi pada masa transisi, sehingga di pemerintahan Mega pun aksi terus berlanjut.

Bab 9 (kesimpulan dan penutup) berisi tentang kesimpulan-kesimpulan, antara lain: KAMMI dipelopori dari aktivis dakwah kampus, merupakan gerakan yang menunjukkan posisinya pasca NKK/ BKK, KAMMI berlandaskan islam (tarbiyah), respon umumnya terhadap demokratisasi melalui perjuangan dan reformasi, KAMMI merupakan organisasi kader sehingga ada penyeleksian yang ketat dan sebagai organisasi amal, pemikiran dan metode perjuangan KAMMI ialah memproduksi pemimpin-pemimpin dan penyadaran masyarakat dengan dakwah Islam, format pemikiran dan metode perjuangan KAMMI ialah moderat kritis membawanya sebagai pelopor, pendobrak dan pemersatu gerakan lainnya, dalam konstelasi gerakan pro-demokrasi, KAMMI merupakan aktor baru dengan basis kekuatan gerakan yang solid diantara sekian elemen yang pro-demokrasi.

Kelebihan buku ini antara lain ditulis dengan bahasa yang seolah-olah yang membaca seperti menjadi kader KAMMI, jadi buku ini selain menyampaikan pengetahuan ilmiah, buku ini mampu menyampaikan pesan kebaikan akan gerakan KAMMI. Buku ini mampu menjadi penyemangat bagi aktivis dakwah kampus khususnya dan mampu menjadi penyemangat bagi gerakan mahasiswa pada umumnya. Penulisan juga dilakukan bukan hanya berdasar literatur teks saja baik buku, pemberitaan, dan sebagainya, namun juga dengan keterangan aktivisnya yang secara langsung telah mengalaminya. Sehingga apa yang disampaikan itu ialah sesuai fakta apa adanya. Buku ini juga mampu mengupas latar belakang mengapa gerakan ini bisa muncul, perkembangannya, perjuangannya, dan sebagainya.

Adapun kekurangannya ialah, buku ini ditulis oleh aktifis tarbiyah, yang merupakan aktivis dakwah yang berasal dari masjid kampus, maka jika yang membaca bukan orang tarbiyah/aktivis dakwah, khususnya orang yang mungkin kurang menyukai gerakan KAMMI, maka pembaca akan menganggap buku ini subjektif. Selain itu buku ini juga perlu penelitian berlanjut, karena dalam buku ini hanya sampai tiga tahun. Jika ini terus dilanjutkan, maka kita akan bisa melihat dinamika dari tahun ke tahun.


Buku ini sudah sangat komprehensif dan lengkap untuk membedah KAMMI itu sendiri. Saya sarankan untuk langsung membaca bukunya. Dan sebagai pembaca, maka semangat pergerakan mahasiswa untuk melakukan perubahan akan hidup kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar