Penulis : Mahfudz Sidiq
Penerbit : Era Intermedia
Tahun : 2003
Tebal : 316 Halaman
Resensi
Buku KAMMI dan Pergulatan Reformasi
Mahfudz
Sidiq adalah seorang politisi. Lahir 25 September 1966. Akrab dengan politik
semenjak S1 FISIP UI Jurusan Ilmu Politik, kemudian S2 FISIP UNAS Jurusan Ilmu
Politik. Beliau pernah menjadi Ketua Kaderisasi PKS (1999-2005), Ketua Badan
Perencanaan Dakwah DPP (2005-2009), juga wakasekjend PKS. Sementara di DPR
menjadi Ketua FPKS (2004-2009), Anggota Komisi 2 DPR RI (2004-2009), Ketua
Komisi 1 DPR RI (2010-2014), dan masih banyak yang lainnya. Dari sini kita melihat
bahwa Beliau telah lama aktif di Tarbiyah dan sebagai aktivis dakwah kampus.
Buku
yang Beliau tulis ini merupakan tesis di program Paska Sarjana Ilmu Politik
UNAS. Terdiri dari 9 Bab, antara lain: Bab 1 (membaca sejarah baru gerakan
mahasiswa Islam dan perjuangan reformasi di era demokratisasi Indonesia), Bab 2
(demokratisasi dan gerakan mahasiswa Islam dalam perspektif teoritis), Bab 3
(sejarah dakwah kampus dan kelahiran KAMMI), Bab 4 (peran politik awal KAMMI:
ikut melengserkan rezim otoriter Soeharto), Bab 5 (mengawal transisi demokrasi
di era Habibie menuju Pemilu 1999), Bab 6 (konsolidasi dan dinamika gerakan:
dari kesatuan aksi menjadi ormas mahasiswa ekstra kampus), Bab 7 (menuntut
presiden Gus Dur mundur, koreksi KAMMI terhadap problem transisi demokrasi),
Bab 8 (tiga tahun perjuangan: reformasi dan KAMMI di persimpangan jalan), bab 9
(kesimpulan dan penutup).
Bab
1 (membaca sejarah baru gerakan mahasiswa Islam dan perjuangan reformasi di era
demokratisasi Indonesia) berisi tentang mahasiswa sebagai faktor paling dominan
dalam upaya transisi kepemimpinan demokrasi. Reformasi yang dipelopori
mahasiswa bukan sekedar tuntutan perbaikan dan perubahan namun juga perjuangan
menuju masyarakat demokratis. Gerakan mahasiswa ini khususnya gerakan mahasiswa
Islam (KAMMI) sebagai pendobrak angkatan 98 (sebagai gerakan mahasiswa
terbesar) mampu menyerukan suaranya bersama rakyat dengan menggandeng berbagai
gerakan mahasiswa lainnya.
Bab
2 (demokratisasi dan gerakan mahasiswa Islam dalam perspektif teoritis), pada
bab ini menjelaskan bahwa bangsa-bangsa di dunia akhir 70-an mulai mengalami
demokratisasi dari rezim otoriter ke demokrasi. Disebutkan pula teori 3 model
jatuhnya rezim dan bahwa prosesnya dimotori mahasiswa dengan menggandeng
rakyat. Adapun proses demokratisasi yaitu mulai dari berakhirnya rezim
otoriter, dibangunnya rezim demokratis, pengkonsolidasian rezim demokratis itu
(Huntington), selain itu juga pendapat Eep, yaitu mulai dari berjalan sebelum
keruntuhan rezim otoritarian, liberalisasi politik awal, masa transisi, dan
konsolidasi demokrasi. Di sini gerakan mahasiswa selalu menjadi kelompok aksi
yang menyerukan demokratisasi. Selain itu munculnya aksi-aksi kelompok islam
juga sangat berperan ddalam demokratisasi, karena selama orde baru, ia melihat
banyak sesuatu yang terjadi tidak bersesuaian dengan ajaran agama.
Bab
3 (sejarah dakwah kampus dan kelahiran KAMMI), orde baru dengan kebijakan
supernya, sehingga ia menyingkirkan lawan-lawan politiknya dari semua yang
mengkritisi. Hingga terjadilah peristiwa Malari, dimana mahasiswa dituduh
sebagai dalang peristiwa tersebut lalu ditangkaplah para aktifis mahasiswa.
Tahun 74 keluarlah kebijakan NKK/ BKK sehingga aksi mahasiswa nyaris sepi,
lebih banyak berkutat dengan kuliah biasa, KKN, dsb. Jika ada aksipun itu hanya
dalam kampus dalam bentuk mimbar, diskusi, pernyataan sikap, dsb. Lalu angkatan
78 mulai bangkit terkait penolakan pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden. Lalu dewan
mahasiswapun dibekukan oleh Pangkopkamtib, hanya boleh senat fakultas dan badan
perwakilan mahasiswa. Kebijakan ini
membawa situasi yang sulit dimana aksi anti pemerintahan sangat sedikit.
Gerakan ekstra kampus juga mendapatkan intervensi.
Bab
4 (peran politik awal KAMMI: ikut melengserkan rezim otoriter Soeharto), KAMMI
muncul tidak lepaas dari adanya krisis ekonomi dan moneter dan juga kekecewaan
pada politik orde baru yang mengekang. Angkatan 98 berkaitan dengan kekisruhan
politik nasional juga presiden yang dicalonkan kembali dan berulang kali.
Krisis moneter ini juga mempengaruhi aspek-aspek yang lain. Gebrakan angkatan
98 didobrak atau diawali oleh KAMMI dengan rapat akbar dengan berbagai elemen
gerakan mahasiswa dan rakyat, selain di luar kampus, aksi juga di dalam kampus.
Dalam mengusung reformasi dan turunkan Soeharto, KAMMI menggandeng Amien Rais,
seorang tokoh ilmu politik yang menyerukan suksesi kepemimpinan terhadap orde
baru. Gejolak sepanjang Mei 98 sangat besar hampir setiap hari terjadi demo di
setiap daerah dan propinsi. Seperti tanggal 20 Mei ada rencana aksi sejuta
massa, namun tidak jadi karena suasana yang mencekam. Monas serasa medan
pertempuran, penuh kawat berduri, dsb. Hingga tanggal 21 sebagai puncaknya,
beberapa gerakan mahasiswa masih berdemo, kemudian bertambah terus hingga
akhirnya dengan terjadi kekacauan dimana-mana. Soeharto mundur, digantikan
wakilnya.
Bab
5 (mengawal transisi demokrasi di era Habibie menuju Pemilu 1999), setelah
terjadi reformasi, maka selanjutnya adalah tidak langsung membiarkannya, namun
dengan mengawasinya agar sesuai tuntutan reformasi dengan 6 visi reformasinya,
sampai akhirnya ada tragedi Semanggi. Sikap KAMMI tidak selalu mengikuti rezim
atau menolaknya, namun mengawal sehingga reformasi berjalan atau tidak, seperti
pemilu 99, SI MPR 98, ini saat pemerintahan Habibi. Hingga di Pemilu
terpilihlah Abdurrahman Wahid dan Megawati.
Bab
6 (konsolidasi dan dinamika gerakan: dari kesatuan aksi menjadi ormas mahasiswa
ekstra kampus), semenjak kiprah KAMMI sangat aktif dan masif, memiliki berbagai
jaringan nasional dan internasional, untuk konsolidasi, kaderisasi, pengawal
agenda reformasi, dan agenda perbaikan serta sebagai organisasilegal, maka dari
situlah KAMMI menjadi ormas pada muktamar 1. Di bab ini juga menjelaskan
karakteristik di setiap kepemimpinan ketua KAMMI juga membahas ideologi, visi
dan misi, asas, prinsip, dan karakter gerakan, serta posisi KAMMI diantara
organisasi pemuda dan mahasiswa, pemerintah, dan parpol.
Bab
7 (menuntut presiden Gus Dur mundur, koreksi KAMMI terhadap problem transisi
demokrasi), adanya SU MPR 1999 dimana Habibi dicalonkan presiden yang diusung
Golkar, sehingga terjadi pro kontra, sehingga aksi-aksi pun terus berlanjut
oleh gerakan mahasiswa yang tidak pro, KAMMI masuk dibagian ini, bahkan yang
kontra lebih banyak. Hingga terjadilah pemilu – meski ada sebagian gerakan
mahasiswa yang menentang – terpilihlah Gus Dur dan Mega. Namun seiring
berjalannya pemerintahan ini. Ternyata pernyataan, kebijakan yang dilakukan Gus
Dur sangat aneh dan kontroversi, sehingga dari MPR sendiri – atas tuntutan mahasiswa
juga – mengadakan sidang dan dimakzulkanlah Gus Dur kemudian Mega dijadikan
presiden.
Bab
8 (tiga tahun perjuangan: reformasi dan KAMMI di persimpangan jalan), KAMMI
tentu disini memperjuangkan demokratisasi dan menjadi kelompok aksi demokrasi.
Posisi KAMMI dalam sejarah gerakan mahasiswa ialah KAMMI sebagai elemen
ekstrakampus yang menonjol dan memimpin. KAMMI sebgai oposisi berciri
moderat-kritis tidak ekstrim kiri dan tidak ekstrim kanan. bab ini juga
membahas fase-fase perkembangan demokrasi. Dan disini KAMMI juga pernah
mengambil sikap bahwa di tiga tahun ini terjadi kemandegan reformasi pada masa
transisi, sehingga di pemerintahan Mega pun aksi terus berlanjut.
Bab
9 (kesimpulan dan penutup) berisi tentang kesimpulan-kesimpulan, antara lain:
KAMMI dipelopori dari aktivis dakwah kampus, merupakan gerakan yang menunjukkan
posisinya pasca NKK/ BKK, KAMMI berlandaskan islam (tarbiyah), respon umumnya
terhadap demokratisasi melalui perjuangan dan reformasi, KAMMI merupakan
organisasi kader sehingga ada penyeleksian yang ketat dan sebagai organisasi
amal, pemikiran dan metode perjuangan KAMMI ialah memproduksi pemimpin-pemimpin
dan penyadaran masyarakat dengan dakwah Islam, format pemikiran dan metode
perjuangan KAMMI ialah moderat kritis membawanya sebagai pelopor, pendobrak dan
pemersatu gerakan lainnya, dalam konstelasi gerakan pro-demokrasi, KAMMI
merupakan aktor baru dengan basis kekuatan gerakan yang solid diantara sekian
elemen yang pro-demokrasi.
Kelebihan
buku ini antara lain ditulis dengan bahasa yang seolah-olah yang membaca
seperti menjadi kader KAMMI, jadi buku ini selain menyampaikan pengetahuan
ilmiah, buku ini mampu menyampaikan pesan kebaikan akan gerakan KAMMI. Buku ini
mampu menjadi penyemangat bagi aktivis dakwah kampus khususnya dan mampu
menjadi penyemangat bagi gerakan mahasiswa pada umumnya. Penulisan juga
dilakukan bukan hanya berdasar literatur teks saja baik buku, pemberitaan, dan
sebagainya, namun juga dengan keterangan aktivisnya yang secara langsung telah
mengalaminya. Sehingga apa yang disampaikan itu ialah sesuai fakta apa adanya.
Buku ini juga mampu mengupas latar belakang mengapa gerakan ini bisa muncul,
perkembangannya, perjuangannya, dan sebagainya.
Adapun
kekurangannya ialah, buku ini ditulis oleh aktifis tarbiyah, yang merupakan
aktivis dakwah yang berasal dari masjid kampus, maka jika yang membaca bukan
orang tarbiyah/aktivis dakwah, khususnya orang yang mungkin kurang menyukai
gerakan KAMMI, maka pembaca akan menganggap buku ini subjektif. Selain itu buku
ini juga perlu penelitian berlanjut, karena dalam buku ini hanya sampai tiga
tahun. Jika ini terus dilanjutkan, maka kita akan bisa melihat dinamika dari
tahun ke tahun.
Buku
ini sudah sangat komprehensif dan lengkap untuk membedah KAMMI itu sendiri.
Saya sarankan untuk langsung membaca bukunya. Dan sebagai pembaca, maka
semangat pergerakan mahasiswa untuk melakukan perubahan akan hidup kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar