Kamis, 14 Maret 2019

KAMMI; Trendsetter masa kini?

KAMMI; Trendsetter masa kini?

Oleh: Viki Adi N
(Ketua PD KAMMI Sleman 2018/2020)


Jayakan Indonesia 2045. Cita platform KAMMI dari sekitar tahun 2015. Bahkan di tegaskan kembali dalam Rakornas 1 di Jakarta tahun lalu dengan slogan "Gernas Jayanesia". Lalu, kemana hari ini?

Di awal banyak yang mempertanyakan gagasan ini. Apakah realistis? Apa KAMMI punya kekuatan cukup besar untuk menjayakan itu dalam kurun 25 tahun ke depan?
Tidak serta merta semua bisa berpikir besar, melihat peluang, serta membuat peluang. Kepahaman pada dasar nilai perjuangan dan pembacaan zaman adalah dua hal yang tidak boleh hilang. Inilah tugas para "ideolog" di KAMMI. Merumuskan arah ke depan.

Ke depan, dunia akan terus diliputi kemajuan teknologi. Generasi kini, kita masih melihat orang tua yang gagap teknologi namun tidak pada anak. Bagaimana 25 tahun yang akan datang? Barangkali dari anak sampai nenek, semua sudah tidak buta teknologi. Contoh sederhana saja. Modernitas dan kemajuan akan terus berkembang. Hingga muncul prediksi-prediksi masa emas akan hadir di era ini. Usia-usia produktif sedang begitu banyaknya.

Sederhana saja, di tengah arus modernitas itu, apakah nilai Islam itu masih akan terus berselaras termasuk nasionalisme kita? Seharusnya iya. KAMMI punya visi besar itu. KAMMI punya cita besar dalam platform gerakan.

Saya berpikir. Sedikit saja.  1998 lalu, KAMMI hanyalah kumpulan anak-anak yang berhimpun yang sebagian besar ada pada lembaga dakwah kampus. Jumlahnya tak banyak, namun tak sekecil gerakan mahasiswa yang mungkin telah lama berdiri. Momentum reformasi tiba. Anak-anak keluar. Tiba fase apa yang dinamakan "mihwar daulah" sebegitu cepatnya tanpa ada persiapan besar sebelumnya. Tentu ini mengacu pada konsep fikrah dan ideologi yang KAMMI usung.

Kini, di usia yang hampir 21 tahun (sebentar lagi 29 Maret). Praktis para alumni sudah menghiasi parlemen dan ranah profesionalitas lainnya. Meski sampai saat ini belum banyak tokoh terkenal (nasional) yang muncul kecuali sedikit saja. Pertanyaan nya juga sederhana, sampai usia yang kepala dua ini, sudahkah KAMMI menjadi trendsetter gerakan bagi anak muda khususnya mahasiswa sampai era kini?

Semakin menua usia gerakan, semakin besar keanggotaan, biasanya akan sampai pada titik dimana transfer nilai mengalami ketidaknormalan. Bisa jadi semacam ketidaktercapaian pesan. Termasuk penurunan kualitas.

Hari ini, Indonesia terasa terus mengalami peningkatan keberislaman yang cukup kuat khususnya di kalangan terdidik dan menengah ke atas. Komunitas-komunitas hijrah hadir bak kecambah. Bahkan digandrungi anak muda dan mahasiswa kini. Kesalehan individu terus menjadi target utamanya.

Kita pasti sepakat bahwa apa yang dibawa KAMMI bukan sekedar kesalehan individu. Juga kesalehan sosial! Setiap individu yang beriman, pasti ia tak kan merasa cukup dan puas hanya beriman sendiri tanpa ingin mengajak yang lainnya. Karakter gerakan KAMMI pun jelas. Ia adalah pengkaderan dan amal. Bukan sekedar tempat berkumpul. Bukan pula sekedar beramal soleh lalu selesai.

Harusnya dengan ini saja cukup. Cukup bagi kader KAMMI untuk lebih yakin mengembangkan organisasinya. Untuk terus merekrut anggota baru. Saya rasa trendsetter bukan hal yang sulit.  Bahkan sangat bisa! Ini perlu kita pikirkan bersama. Namun, kalau kadernya saja tidak percaya diri dengan ke-KAMMI-an nya, mana bisa ini terwujud?

Saya jadi teringat. Ya! Peristiwa kemenangan Mursi di Mesir. Gerakan Ikhwan kala itu telah menjadi trendsetter di segala ruang publik. Dari mulai praktisi sampai akademisi. Dari institusi hingga lembaga swadaya masyarakat. Semua tidak lain karena jaringan itu saling terkoneksi dengan baik dan alhasil menjadi trendsetter di kalangan anak muda. Bahkan hingga kalangan profesional. Memang itu sudah hampir 8 dekade. Lebih dari 80 tahun!

Dengan kondisi yang cukup berbeda, bisakah dengan waktu kurang dari 25 tahun ini KAMMI di Indonesia menjadi trendsetter?

Harusnya bisa!

Sudah seharusnya kita berpikir besar untuk ini. Bagaimana KAMMI menjadi trendsetter. Bagaimana membesarkan nilai-nilai KAMMI ke dalam tiap ruang publik tanpa meninggalkan jati dirinya dan karakter otentiknya.

Sudah tidak seharusnya kita berpikir dengan konflik-konflik yang bukan urusan kita (sebut saja PKS dan Garbi) yang tentu membuat lelah. Masih terlalu banyak konflik masyarakat yang belum terselesaikan oleh ketidakadilan rezim.

Juga seharusnya kita tidak berpikir pragmatis dengan menjadi "timses" secara kelembagaan menghadapi momentum pemilu ini. Masih banyak isu yang harus dikawal, baik memastikan mahasiswa untuk memilih dengan bijak, memastikan lembaga penyelenggara pemilu menampilkan pemilu yang demokratis, hingga mengantisipasi akan "perpecahan" masyarakat pasca pemilu esok.

Di usia yang hampir 21 tahun ini. Mari kita insaf, sebagai organisasi Islam yang sudah hadir hampir di semua daerah di Indonesia, mari berpikir panjang. Mari berpikir besar.

"Trendsetter dan otentifikasi"
Barangkali menjadi trendsetter haruslah mengikuti arus. Ini tidak sepenuhnya benar. Tapi tidak sepenuhnya salah. Fikrah dan ideologi KAMMI haruslah tetap teguh. Namun cara bolehlah berubah sesuai zamannya. Dari awal saya tidak terlalu menggubris pembagian generasi dari x, y, z hingga apa yang dinamakan milenial. Dan saya tak terlalu peduli itu. Tapi yang jelas, saya selalu mencoba memperhatikan zaman. Itu saja.

Ada yang berpikir bahwa menjadi trendsetter, kita harus membawa KAMMI pada zaman "millenial". Tak perlulah aksi jalanan. Cukup medsos. Tak perlulah diskusi-diskusi formal. Cukup whatsapp saja. Semua menjadi aneh! Ya bagi saya menjadi aneh. Harusnya penambahan dan perubahan cara yang dilakukan untuk menghadapi zaman bukan malah dijadikan pembiasaan baru yang meninggalkan nilai-nilai kita sendiri. Memang disini kita membedakan nilai dan cara. Namun kita punya kultur sehat apa yang dinamakan "pertemuan". Bukan sekedar "dunia maya". Meski ini juga penting karena berkaitan dengan era kini. Namun tak semestinya kita meninggalkan apa yang menjadi prinsip kita. Di usia yang ke- (menuju) 21 tahun. Perlu kita rumuskan kembali menuju otentifikasi gerakan. Perlu lagi kita kaji fikrah dan manhaj perjuangan kita.

Ya, mungkin kita sudah lama lupa.

Mari kita saling mengingatkan.

#Berfikirdanbergerak #banggaberKAMMI #JayakanIndonesia2045

Tidak ada komentar:

Posting Komentar