Senin, 30 Maret 2015

Islam dan Nasionalisme

Assalamu'alaikum wahai saudaraku,

Bismillah...
Apa yang saya tulis ini semoga bermanfaat, mampu menggugah orang yang selalu mengkotak-kotakkan agama dan politik, mampu menggugah orang yang senatiasa memikirkan masalah masyarakat dalam cakupan wilayahnya saja, orang yang beragama islam namun menganggap islam tidak sempurna.

yang saya tulis ini tentu akan menggali secercik fikiran kita agak dalam, bukankah dalam Al-Qur'an betapa banyaknya ayat yang menunjukkan agar seorang mukmin untuk berfikir? afalaa tatafakkaruun... dan saya yakin persepsi dan pandangan maupun paham akan beradu setelah membaca tulisan ini. namun saya tidak memaksakan kehendak atas apa yang ingin saya sampaikan.

Wahai saudaraku,


Konsep Islam yang sempurna, saya yakin kita mengakuinya dalam segala aspek. namun kenapa ada persepsi dari sebagian masyarakat kita antara agama dan politik itu berbeda, bahkan berjauhan atau bertentangan?

bicara sikap Islam dan nasionalisme, Sungguh bahwa Nasionalisme Islam adalah nasionalisme yang paling luas batasnya, yang paling integral eksistensinya, dan paling abadi (Hasan Al-Banna).
Bukan hanya sekat cinta tanah air terhadap bangsa saja, namun lebih luas lagi dan tentunya berpusat pada aqidah atau rasa seiman.
Saya yakin sebagian besar orang ketika bicara Nasionalisme hanya sekedar mengekor teori barat saja, dimana hanya berkutat pada persoalan bangsanya sendiri tanpa memikirkan sesama umat muslim di luar sana.
Bukankah teori nasionalis barat ini yang menghancurkan Khilafah terakhir? ya, karena Nasionalis yang mereka pahami adalah nasionalisme yang sekuler, yang memisahkan antara agama dan negara, sehingga peradaban yang sebesar itu bisa terpecah-pecah menuntut kemerdekannya sendiri-sendiri hanya karena keturunan, perbedaan, kekuasaan, dan hawa nafsunya sendiri. Bukankah ini Nasionalisme yang kiri?

Namun coba kita pahami dari sisi Imam Syahid Hasan Al-Banna, ketika kita memahami bahwa bukan hanya sekedar wilayah, nasab, bangsa batasannya, namun jauh dari itu, ialah aqidah. bukankah sangat indah?
Lalu bagaimana dengan hari ini? dimana umat Islam belum memiliki kepemimpinan umat (khilafah), apalagi dengan era demokrasi sekarang ini?

Wahai Saudaraku,

Saat ini bukanlah untuk bicara Ashobiyah/fanatik baik golongan atau lainnya, bukan saatnya berdebat kusir antar lembaga pergerakan, namun saya yakin kita punya tujuan sama, tentunya hidup dengan berdasar aturan Alloh semata dengan adanya kepemimpinan umat. coba tengok lingkup bangsa kita ini.
coba renungkan, kalau seandainya saja tidak ada orang yang sholeh mau masuk ke dalam parlemen (yang notebennya demokrasi) untuk mencerahkan, mengamankan kebijakan, membuat aturan sesuai kontek Islam walau masih secara eksplisit, kira-kira sampai kapan kah itu akan terwujud? Sementara aspek politi ialah aspek yang menguasai hajat hidup orang banyak.
apakah kalian setuju ketika kepemimpinan diambil bukan dari orang-orang Islam dan ternyata banyak mudharatnya, banyak aturan-aturan yang tidak pro rakyat dan tidak sesuai dengan prinsip agama ini? saya yakin sebagai umat Islam pasti tidak setuju walau cakupan kita masih bangsa Indonesia,
Apakah kita hanya berdiam saja tanpa ikut memperbaiki ini?
Apakah pembinaan hanya bisa dilakukan dari sisi horisontal saja tanpa ada yang masuk ke dalam ranah vertikal?
Apakah masyarakat akan setuju ketika tiba-tiba diserukan akan kepemimpinan umat ini tanpa adanya kesadaran sebagaian besar masyarakat terlebih dahulu padahal masyarakat kita masih majemuk?
Apakah itu tidak memaksakan ketika kita berfikir secara logis?

Kita bicara waktu akh.. Jalan ini jauh, panjang, ke depan.........
Apakah kita hanya ingin sebagai penonton sampai umur kita habis?


namun buka lah pikiran kita semua, bahwa ada dua persepsi nasionalisme yang saya maksud disini. anggap saja nasionalisme kanan dan nasionalisme kiri.
Wallahu'alam bis shawab..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar