MENINGKATKAN EFEKTIFITAS MK
VIKI ADI NUGROHO
(Essay PRA DPMK, 24 Januari 2016)
KAMMI KOMISARIAT UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA
KAMMI DAERAH SLEMAN
Mari Bicara Membina, Sebuah Proses
Tarbiyah Islamiyah
Tarbiyah
merupakan cara ideal dalam berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara
langsung (berupa kata-kata) maupun secara tidak langsung (berupa keteladanan,
sesuai dengan sistem dan perangkatnya yang khas), untuk memproses perubahan
dalam diri manusia menuju kondisi yang lebih baik.1 Secara ringkas tarbiyah islamiyah ialah proses
penyiapan manusia yang shalih.
Ketika
bicara tarbiyah, maka hal yang paling sering muncul setelah kata itu ialah
halaqoh atau membina. Karena memang benar bahwa membina (halaqoh) disini ialah
perangkat paling penting. Atau seperti perkataan Dr. Ali Abdul Halim Mahmud
dalam bukunya Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, “Manajemen yang
paling penting dalam jamaah adalah manajemen usrah (halaqoh/membina),
karena ia merupakan batu bata pertama dalam bangunan. Apabila manajemen usrah
baik, maka baik pulalah kondisi jamaah secara keseluruhan, demikian juga
sebaliknya”.
Sudah
menjadi kewajiban seorang akh (kader dakwah) bahwa sebutan ini akan menjadi
kekurangan manakala belum memiliki binaan atau belum membina. Sistem pembinaan
ini sangat penting karena hanya sistem inilah yang bisa memantapkan proses
penyiapan individu islami dan secara integral. Sebuah sistem dimana islam akan
tersampaikan pada jiwa-jiwa manusia dengan kontinue, tidak masuk lalu keluar
lagi. Namun, selain sistem ini pun masih ada perangkat lain yang memang
melengkapi dan tidak bisa tergantikan. Padahal kita tahu bahwa tarbiyah
Rasululloh yang bermula dari halaqah-halaqah kecil itu mampu menciptakan
peradaban baru di seantaro jagad raya ini.2 Jadi, marilah mulai dari
sini.
Madrasah KAMMI, Sebuah Proses Pembinaan
Begitu
pula dengan KAMMI, sebagai sebuah entitas organisasi Islam, tentu seperti kata
Fathi Yakan untuk bertahan dan eksis sebagai organisasi dakwah ia harus mampu
melakukan proses isti’ab baik internal maupun eksternal. Membina termasuk dalam
hal isti’ab internal, sehingga penjagaan komitmen akan benar-benar terkontrol
disini.3 Adapun di KAMMI, pembinaan ini bernama Madrasah KAMMI (disini
MK1). Sesuai definisinya, MK1 adalah sarana kaderisasi bagi seluruh kader yang
telah mengikuti DM1 yang dilakukan secara berkesinambungan untuk meningkatkan
kualitas kader sesuai dengan IJDK KAMMI.4
Bicara
Efektifitas
Tarbiyah
(halaqoh/liqo/kepemanduan/MK) bukanlah segala-galanya, namun dari situlah akan
bermula segala-galanya. Seperti sudah disebutkan tujuan diatas tentang
pembinaan ini. Bahkan pembinaan MK ini akan menyentuh semua aspek, tidak hanya
sekedar ilmu agama saja, namun dunia dan akhirat.
Berbicara
efektifitas, maka kita akan dibawa untuk berbicara mengenai bagaimana dalam
jangka waktu tertentu atau dengan tahapan tertentu, MK ini mampu mewujudkan
capaian pada IJDK KAMMI.
Untuk
mencapai efektifitas ini perlu dilakukan hal berikut, kuncinya ialah Manajemen:
Perlunya Dinamisasi dan Produktivitas
Berdasarkan
pengalaman membina di kampus, agar gairah pembinaan meningkat, perlu adanya
dinamisasi dan produktivitas pada halaqoh (baca: MK).
Adanya
proses dinamisasi ini bertujuan untuk menghindari kejenuhan, paling tidak
meminimalisir hal itu, karena pada kader awal/mula, hal ini sangat besar
berpotensi terjadi setelah masuk pertengahan waktu. Kejenuhan memang bisa
terjadi karena suasana yang monoton, ketiadaan keteladanan, kurangnya upaya
untuk memotivasi/mengingatkan, dan konflik yang berkepajangan.5 Sehingga
ini akan berdampak pada ketidakhadiran, kedisiplinan peserta MK bahkan sampai
keterlambatan pencapaian tujuan, bahkan ketika kejenuhan ini masuk juga pada
pemandu, akan lebih berbahaya lagi, yaitu enggan melakukan persiapan,
penyampaian kurang berisi (hanya sebatas transfer knowledge namun hilangnya value),
sampai disorientasi.
Dari
dampak ini, bisa diketahui tentang karakteristik halaqoh (MK) yang dinamis,
seperti kehadiran yang rutin, munculnya kata kerinduan, ingin berlama-lama, dan
kalau seperti pendapat Satria Hadi Lubis akan ada suasana yang inovatif.6
Untuk
mencapai dinamisasi maka perlu banyak manajemen, seperti manajemen variasi
perubahan baik menyangkut sistem belajar, metode penyampaian, agenda acara,
materi, waktu pertemuan, tempat pertemuan, dan sebagainya. Keteladanan Pemandu
dalam hal sekecil apapun juga akan sangat berpengaruh. Selain itu Manajemen
waktu yang diinginkan binaan pada masa awal-awal juga perlu diperhatikan,
seperti lamanya waktu misalnya.
Sedangkan
produktivitas adalah banyaknya tujuan yang tercapai dari indikator yang telah
dibuat dalam hal ini ialah IJDK KAMMI (value) dan konwledge dari
materi/kurikulum yang ditetapkan. Semakin banyak dan kualitas yang tercapai
dari sasaran-sasran dalam IJDK KAMMI ini, maka semakin produktifnya MK1 itu begitu pula
sebaliknya.
Cara
untuk mencapai ini yaitu dengan merumuskannya ke dalam tahapan atau
target-target kecil yang mengarah dan menghimpun ke arah tujuan-tujuan itu.
Untuk
meningkatkan dinamisasi dan produktifitas, maka perlu juga akan manajemen Iqab
dan reward. Dalam manajemen iqob dan reward juga harus seimbang, jangan sampai
memberi iqob tapi tidak memperhatikan kebaikan selama ini yang ia berikan,
tidak pula memperhatikan besar kecilnya kesalahan, tidak tabayun, dsb. Begitu
pula reward.
Untuk
manajemen Program, maka harus dan lebih baik jika melibatkan seluruh binaan,
program yang sesuai kebutuhan dan kekinian, dan kreatif.
Setelah
melalui MK1, harapannya ialah tercapai sasaran seperti tercapainya IJDK,
tercapainya penjenjangan/sertifikasi, tercapainya pengembangan potensi dan
akhirnya terbentuk kader-kader yang siap untuk kembali membina. Adapun
sebab-sebab tidak produktifnya MK1 berupa tidak/lupa memahami tujuan awalnya, terlena
dengan keasyikan/proses dalam kelompok, dan dalam bukunya, Satria Hadi Lubis
menuliskan ada keyakinan “taqdir” yang salah terkait kemajuan atau kualitas
seorang manusia (baca: kader/mutarobbi).
Kedua
hal ini, dinamis dan produktif haruslah seimbang.
Perlunya Mengetahui Keutamaan Membina
bagi Pemandu
Disini
Pemandu MK harus mengerti akan keutamaan dari pembinaan. Saya yakin hal ini
sudah jelas.
Perlunya Mengetahui Hal-Hal Penyebab,
agar Pembinaan/ MK Tidak Ditinggalkan, seperti:
Hidupnya
Ruhiyah, Menguatkan tentang penempatan amanah, panggilan yang baik, berlaku
lemah lembut, memperhatikan tugas sebagai pemandu, tidak pilih kasih,
menunjukkan kasih sayang, tidak memandang binaan lebih rendah, Tidak “Kaburo
Maktan”, proses tabayun menjadi hal utama, memahamkan ini adalah bagian dari
amal jama’i, memberikan tugas yang akan menunjang amanah dan potensinya, dan
menghindari ketergesaan.7
Perlunya mengetahui di balik kepribadian
binaan
Dibalik
kepribadiannya, pasti ada yang namanya keinginan dan kebutuhan, ini perlu
diperhatikan dalam hal keduanya. Seperti keinginan diperhatikan, dipuji,
dihargai, didengar, menjadi yang terbaik, selain itu berbagai macam kebutuhan
akan cinta, rasa aman, pengetahuan, motivasi, kebebasan, kontrol, dan
sebagainya.
Pemandu
harus bisa memperhatikan hal-hal sederhana seperti ini. Meski belum bisa
maksimal, namun setidaknya hal kecil dan sederhana bisa dilakukan.8
Perlunya mengetahui Fenomena
Ketidakhadiran dan Bagaimana Tahap untuk Menyelesaikannya
Pemandu
dalam hal ini memang harus mengetahui karakter binaannya, sehingga
kesalahpahaman hal-hal teknis bisa diminimalisir, adab izin juga harus
dipahamkan. Perlu cara-cara kreatif dalam hal ini, sehingga memang perluya
proses dinamisasi seperti yang telah disebutkan diatas.9
Referensi:
1. Ali
Abdul Halim Mahmud, Prangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin. Hlm. 21.
2. Muhammad
Sajirun, Manajemen Halaqah Efektif. Hlm. 9.
3. Fathi
Yakan, Isti’ab. Hlm. 9.
4. Manhaj
Kaderisasi KAMMI 1427.
5. Satria
Hadi Lubis, Menggairahkan Perjalanan Halaqah. Hlm. 44.
6. Satria
Hadi Lubis, Menggairahkan Perjalanan Halaqah. Hlm. 56.
7. Muhammad
Sajirun, Manajemen Halaqah Efektif. 41.
8. Muhammad
Sajirun, Manajemen Halaqah Efektif. Hlm. 77.
9. Muhammad
Sajirun, Manajemen Halaqah Efektif. Hlm. 101.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar