Sabtu, 24 Oktober 2015

Karakteristik dan Dinamika Gerakan Mahasiswa

1.      Angkatan 66

Ini terjadi pada Orde lama, ketika negara sudah mulai condong pada salah satu kekuatan dunia pada waktu itu (Timur dan Barat), meski pada asasinya Indonesia merupakan non blok. Kecenderungan yang berganti-ganti, ditandai dengan jatuh bangunnya kabinet parlementer, juga dipengaruhi peristiwa ini.  Seperti Muso yang menginginkan beraliansi dengan Uni Soviet yang kemudian terjadilah peristiwa Madiun 1948 atau lebih dikenal dengan salah satu pemberontakan PKI. Sedangkan yang condong ke barat salah satunya Soekirman (kabinet Soekirman) yang menandatangani perjanjian dengan Amerika. Meski akhirnyapun jatuh karena alasan ini. Namun amerika tidak bisa lepas begitu saja, karena sempat terjadi PRRI dan Permesta yang jelas ini didukung oleh Amerika. Selain itu masalah Irian Barat juga masih harus ditangani (1962). Terjadi pula konfrontasi dengan Malaysia (1964) yang dinyatakan Presiden Soekarno. Dengan berbagai terjadinya masalah ideologi, pemberontakan, pertahanan, politik, sehingga ekonomi pun merosot pada masa-masa ini.
            Hingga akhir 40-an hingga tahun 50-an, muncul berbagai ormas mahasiswa diawali dengan berdirinya HMI (5 Februari 1947), PMKI (25 Mei 1947), GMNI (23 Maret 54), CGMI (1956). Meski orang melihat terjadi kecenderungan ormas tersebut ke partai politik karena kesamaan ideologinya, seperti HMI ke Masyumi, PMKI dengan Parkindo, GMNI dengan PNI, CGMI dengan PKI.

Karakteristik gerakan

Gerakan ini dengan terjadinya berbagai masalah diatas seperti menuntut pembubaran PKI semakin keras, sementara pemerintah tidak mengambil tindakan, keadaan indonesia yang juga sudah parah di bidang politik dan ekonomi, harga BBM sangat tinggi. Akhirnya terbentuklah KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa) dan berbagai kesatuan aksi yang lain seperti KAPI (Pelajar), KAPPI (Pemuda Pelajar), KABI (Buruh), KASI (Sarjana), KAWI (wanita), dan KAGI (Guru) yang tergabung dalam Front Pancasila menuntut Tritura (Tri Tuntutan Rakyat), yaitu Bubarkan PKI beserta ormas-ormasnya, Perombakan Kabinet Dwikora, dan turunkan harga barang/ sembako.
Mereka mengatakan gerkan ini bukan hanya untuk mahasiswa namun juga untuk rakyat. Mahasiswa melakukan mogok kuliah tanggal 11 Januari 196 hingga tuntutan ini dikabulkan. Mahasiswa tidak hanya demo di pemerintahan saja, namun juga ke kedutaan asing (Cina, Amerika).
Aksi mereka murni dan pada pertemuan 18 Januari 1966 KAMI bertemu dengan presiden Soekarno, mendukung sepenuhnya untuk meningkatkan persatuan  dan kesatuan bangsa, mengembalikan tiga unsur kekuatan,  dan aksi KAMi bukan untuk menyerang Soekarno tetapi keadaan politik secara umum. Namun terjadi hal sebaliknya, pada tanggal 21 Februari 1966 Soekrano mereshuffle kabinet yang tidak diharapkan, yaitu duduknya orang PKI di kabinet. Tanggal 24 Februari akhirnya meletus demonstrasi mahasiswa kembali, hingga terjadi insiden dengan resimen  Tjakrawibawa (pasukan pengawal presiden), seorang mahasiswa Arif Rahman Hakim meninggal. Akhirnya pada tanggal 25 pun KAMI dibubarkan. Namun hal ini tidak mengurangi  gerakan mahasiswa untuk melanjutkan Tritura, yaitu dibentuknya Laskar Arif Rahman Hakim terdiri dari 42 universitas serta perguruan tinggi dan ini mendapat bantuan dari RPKAD dan Kostrad (Soeharto) atau selanjutnya lebih dikenal dengan dibentuknya laskar Ampera,  sampai bulan maret dengan demonstrasi yang intensif, laskar Ampera bersama RPKAD (Kemal Idris) mengepung istana, dimana saat itu akhirnya Soekarno membubarkan PKI dan melimpahkan amanat kekuasaannya kepada Soeharto melalui Supersemarnya agar Soeharto memberikan solusi perbaikan.
Angkatan 66 muncul sebagai rujukan yang memperjuangkan idealisme, meski pada masa awal OrBa mereka sangat saling mendukung.

2.      Angkatan 74

Gerakan ini muncul identik dengan terjadinya peristiwa Malari (5 Januari 1974) pada masa Orde baru, sebuah kerusuhan hingga meninggalnya belasan orang, ratusan luka-luka, hancurnya bangunan, hilangnya barang-barang. Dimana waktu itu mahasiswa juga sedang aksi menentang modal asing, yang 4 tahun sebelumnya juga menuntut banyak, seperti ketidakseimbangan pemilu tahun 70-an (banyaknya golput), tahun71-an parpol “diberantas”, juga dimatikannya pers yang mengkritisi kebijakan pemerintah. Sampai akhirnya di tahun 74 keluar petisi 24 oktober 73 yang intinya peninjauan kembali strategi pembangungan, meminta agar rakyat dibebaskan dariketidakpastian hukum, korupsi merajalela, kenaikan harga, pengangguran.  Kemudian 15 januari 74 bersama datangnya PM jepang, mahasiswa melakukan long march.
Peristiwa malari ini sebenarnya “bukan mahasiswa” nya karena, saat mhasiswa masih aksi dari UI ke Trisakti, sudah terjadi bakar2an oleh demonstran lain di pasar senen nya. Hingga terjadi malari itu.
Namun, mahasiswa dituduh sebagai dalang peristiwa ini, dengan dibredelnya berbagai majalah mahasiswa, pers yang mengkritisi kebijakan, dan ditangkapnya orang-orang yang menjadi pimpinan aksi mahasiswa ini.
Dengan peristiwa itu akhirnya angkatan ini meredup.

3.      Angkatan 78

Pada tahun ini diberlakukannya penataran P4, Pancasila Asas Tunggal, sudah ada kebijakan KKN, sehingga mahasiswa pada tahun ini mulai disebut sangat akademis di kampus.
Namun bagi mahasiswa yang kritis ini merupakan paksaan, ada kepentingan politik didalamnya. Aksi pun kembali digelar dengan alasan banyaknya kebijakan yang mulai mengekang dan kabar akan dipilihnya kembali Soeharto sebagai presiden. Aksi pun meletus di Bandung (ITS) dengan masa 1000 orang, yang kemudian muncul di kota-kota lain. Namun angkatan ini pun gagal dan meredup karena memang masih berskali terbatas.

4.      Angkatan 80 – 90an

Gerakan setelah 78 sudah mulai dibendung oleh pemerintah, dengan adanya asas tunggal untuk ormas, kemudian munculnya gerakan NKK/ BKK dan semua ekstra kampus berada dalam naungan KNPI dibawah Menpora. Kegiatan mahasiswa hanya berputar pada intelektual kampus saja.
Maka jarang sekali ditemui bahkan tidak ada aksin pada tahun-tahun ini. Maka mahasiswa kritis di sini kebanyakan hanya membuat kelompok-kelompok diskusi, persnya sebagai pencerdasan politik, kemudian aksi yang hanya berwujud dialog, mimbar dikampus, dan aksi yang sebatas didalam kampus.
Gerakan mahasiswapun yang dulunya aktif, disisni ulai redup, dimana HMI pecah menjadi HMI yang murni dan HMI yang berasas Pancasila. Juga gerakan PMII, GMNI, IMM, dan sebagainya, semua tidak melakukan aksi, hanya sekedar kajian diskusi, pernyataan sikap, dialog, dan mimbar.
Setelah mendikbud diganti Fuad, maka kebijakan dirubah dengan boleh kembalinya dewan mahasiswa meski yang dibolehkan hanya senat dan ukm yang berada langsung dalam kontrol rektor kampus. Meski banyak yang menganggap ini hanya sebagai politik untuk memperbaiki hubungan mahasiswa denganorde baru. Namun kesempatan ini akhirnya mampu dimanfaatkan oleh mahasiswa yang kemudian disebut angkatan 98.

5.      Angkatan 98

Angkatan 98 ini dipelopori oleh KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim indonesia) yang dideklarasikan setelah selesainya acara Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) yang ke sepuluh di Malang. Lalu KAMMI memecah kebuntuan dengan melakukan aksi dalam bentuk rapat akbar di masjid Al-Azhar Jakarta dengan 10000 massa, baik dari kalangan mahasiswa dan gerakan mahasiswa maupun dari rakyat. Ini sejarah pertama kalinya dimana dalam situasi mencekam akhirnya ada gerakan mahasiswa yang mau mempelopri aksi.
KAMMI bisa mengumpulkan massa dengan banyaknya karena ia memang ditopang oleh aktivis dakwah kampus yang sudah berkembang selama 20 tahun, sehingga memiliki jaringan yang banyak, juga dengan aktivisnya yang berada pada pucuk pimpinan senat mahasiswa, bem, dan ukm-ukm, yang berhasil dimanfaatkan setelah bolehnya kebijakan ormawa.
KAMMI mempelopri dengan 6 tuntutan reformasinya yang kemudian ini menjadi bahan diskusi dan menjadi rujukan gerakan mahasiswa, yang akhirnya dari sisni semua gerakan mahasiswa baik yang ekstra, maupun intra bergerak bersama-sama untuk menuntut mundurnya Soeharto dengan KAMMI menggandeng Amin Rais sebagai tokoh suksesi kepemimpinan.
Hingga akhirnya aksi adalah hal biasa setiap hari yang terjadi di berbagai kota, hingga saat puncaknya krisis moneter, dan soeharto akan dicalonkan kembali, maka aksi besar-besaran selalu terjadi hingga turunlah Soeharto pada 21 mei 98 yang sebelumnya sudah terjadi kerusuhan oleh berbagai orang yang tidak bertanggung jawab yang meanfaatkan aksi mahasiswa.
Perjuangan tidak berhenti sampai disini, namun terus berlanjut hingga suksesi reformasi pasa masa transisi selesai. Meski pada setiap masa transisi gerakan mahasiswa ini cenderung pisah. Namun KAMMI pada akhirnya akan menjadi penengah hingga pada akhirnya gerakan mahasiswa menjadi satu frame kembali.

Hingga pemilu 2004 yang meruapakan paling demokratis pasca reformasi, dan sampai sekarang gerakan mahasiswa ini akan terus berlanjut.

KONSEP PEMBODOHAN DIRI

Berawal dari sebuah pembelajaran bahwa pada hakikatnya kita akan selalu merasa hebat kalau kita dihadapkan pada orang-orang itu saja, pada orang-orang yang berada dibawah pada suatu kapasitas tertentu. Namun saya ingin bertanya, benarkah untuk menjadi hebat harus berada di lingkungan itu untuk selamanya? Atau sama sajakah dengan katak yang berada di tempurung? Bagaimana jikalau ia keluar dari kungkungan lingkungan itu sendiri? Apakah ia akan menjadi orang yang hebat?
Belum tentu jawabnya. Ya, belum tentu. Bahkan karena ilmu itu berserakan di sepanjang jalan. Ia akan semakin tertinggal.
Begitulah konsep pembodohan diri. Bahwasanya seharusnya kita mulai mencoba keluar, mulai mencoba suasana baru, orang baru, masalah-masalah baru, mulai mencoba mengerti dan memahami apa yang terjadi di sekitar, tidak selamanya terkungkung hanya pada pembatasan guyon yang tidak jelas tujuannya, tidak hanya mengurung pada satu komunitas yang asyik dengan berbagai kenyamanannya. Bukankah benar bahwa monyet yang diterpa badai besar ketika bergelantungan, ia akan semakin kencang dalam bercengkeram? Malah monyet yang diterpa angin sepoi-sepoi itulah yang akan menjadi kebinasannya karena ketidakhati-hatiannya sehingga ia jatuh?
Pernahkah kita berfikir seperti ini? Bahwa ketika masalah-masalah yang kita hadapi hanya seperti ini terus – karena pada hakikatnya masalah ini ialah perulangan atas masalah yang lalu yang belum terselesaikan – yang kita hadapi hanya berpijak pada perspektif yang sama, objek yang sama, sehingga tidak pernah ada cara-cara jitu untuk memperbaruinya?
Marilah sejenak kita keluar dari zona nyaman kita, marilah sejenak mengikuti dan memahami berbagai proses perbaikan disekitar yang bisa kita manfaatkan, naiklah secara bertahap melalui tahapan, melalui jenjangnya, lakukanlah tarbiyah dzatiyah (perbaikan diri sendiri) dengan segenap kemampuan kita. Karena Alloh telah menyuruh kita untuk bertaqwa sesuai kemampuan kita. Namun perlu dicamkan bahwa semampunya disini ialah kemampuan maksimal, bukan kemampuan minimal.
Konsep pembodohan diri ini ialah konsep yang mencoba memahami bahwa diri kita belum ada apa-apanya. Karena tingkatan orang memiliki ilmu memang pada awalnya ia akan merasa sombong dengan keilmuannya lalu selanjutnya semakin ia banyak menuntut ilmu, semakin ia banyak berdiskusi, maka merunduklah ia, ternyata dibalik segudang pengetahuannya, masih banyak pengetahuan di luar sana yang belum ia ketahui.
Konsep ini bertujuan untuk mengingatkan kita bahwa Alloh lah yang Maha Sempurna dengan segala Ilmu-Nya yang tiada batas. Haruslah manusia sadar akan hal ini dan tidak patut bagi mereka untuk sombong.

Let’s tarbiyah dzatiyah (perbaikan diri sendiri).

Minggu, 11 Oktober 2015

Renungan untukmu Wahai Aktivis Dakwah

Gelap. Apakah gelap akan selamanya gelap? Bukankah Alloh menciptakan terang? Dan apakah gelap itu akan tergantikan? Engkau masih ingat bukan, bahwa kebosanan, kelelahan, pasti akan mencapai titik kulminasinya, mereka akan mencapai titik jenuh. Titik dimana ia ingin pergi, ingin berlari.

Masih ingat pula bukan, bahwa ketika raga itu terus dipacu, akal terus dipacu, akan tiba masanya ia lelah? Dan lelah itu datang sangat cepat. Dan sebenarnya engkau akan tahu seberapa pentingnya itu, manakala engkau kehilangannya. Manakala engkau dihadapkan pada detik-detik ujung penyelamatan. Maka tanyakanlah akan hal itu pada orang yang beberapa detik ia selamat dari kecelakaan maut. Seberapa berharganya beberapa detik itu bukan?

Saya tidak tahu bahwa apa yang saya pikirkan ini benar adanya, silakan cermati menurut pandanganmu. Saya hanya ingin membuka, membuka sedikit fakta. Semoga ini bisa mengingatkan saya serta menjadi koreksi bagi saya yang jauh belum apa-apa.

Benarkah itu dakwah? Dakwah apa yang sedang engkau bawa? Meski saya merasa bahwa kesalahan yang saya buat, tidak memanfaatkan waktu dengan baik, bercanda tak jelas, masih seling melingkupi. Wahai jiwa yang mulai mengeras, pernahkah kau perhatikan, bahwa engkau disebut aktivis dakwah?

Apalagi jika engkau melihat apa yang engkau bawa ialah cerminan akan aktivitas tarbiyah. Apakah kita menyalahi prinsip yang sudah Imam As Syahid tandaskan, akankah risalah ta’lim itu hanya sekedar lampiran kertas kenangan indah yang hanya dibaca sebagai bahan bacaan sejarah tanpa ada makna? Ataukah ia hanya bacaan penugasan yang setelah dibaca iapun hilang?

Benarkah kita mengamalkan rukun “kepahaman” dalam segala aktivitas dakwah? Namun pada kenyataannya masih jauh? Benarkah 20 prinsip yang telah digariskan itu hanya senandung syair yang dihafal untuk memenuhi ruang-ruang diskusi?

Kalau saja kita menyebutkan bahwa diri ini adalah aktivis dakwah, sebut saja tarbiyah, apakah kita sudah menjalankan paugeran didalamnya, usrahnya, liqa nya, katibahnya, daurohnya, nadwahnya, mukhoyyamnya, dan sebaginya? Benarkah kita sudah menghadiri itu dengan ikhlas sepenuh hati? Tidak usah berpanjang lebar membicarakan yang besar, coba bicara skala kecil dalam kelompok liqa/halaqah/usrah, apkakah kita sudah mengutamakannya? Apakah kita sudah memberikan ruang energi besar ketika menghadirinya? Ataukah hanya datang dengan energi sisa?

Coba merenung sejenak, selain dari forum liqa, dimana kah kita menemukan recharge ruh kita? Ya, kajian di sekitar banyak selain liqa, namun apakah kita sudah menghadirinya? Bahkan program-program madrasah masjid kampus sungguh sangat hebat, tapi siapa pesertanya? Ya, kebanyakan dari luar kampus itu, lalu mana mahasiswa nya, mana? Sebut saja masjid mujahidin dengan segala program MT nya, tahsin, bahasa arab, kajian mujahidin, dan sebagainya. Namun, dari sekian banyaknya aktivis yang menamakan dirinya aktivis dakwah kampus, hanya baru sebagian kecil yang memanfaatkannya, selebihnya dimanfaatkan oleh pendaftar dari luar.

Ok, kembali ke permasalahan Liqa, sudah beres dengan yang satu ini? Silakan kita menganggap remeh struktur ini, namun ingatlah, bahwa ini adalah struktur terkecil jamaah. Ketika ini rusak, maka pada hakikatnya kita belum bisa menjadi batu bata untuk membangun peradaban umat ini menuju umat yang madani.

Bercita besar, namun tak mau menjalani alurnya, apakah ia bisa? Imam As Syahid telah merumuskan itu dengan segala alurnya. Bisakah individu-individu yang belum terislamkan secara kafah mampu membina rumah tangga dengan tujuan islam nya? Apalagi bicara negara? Bagaimana 20 tahun ke depan?

Apakah kita lupa, kita adalah aktivis dakwah, bukan aktivis organisasi? Organisasi ini adalah wasilah, ini adalah sarana. Kembalilah pada hakikatnya, kembalilah pada ashalah nya, kembalilah pada dasarnya wahai akh, kembalilah pada dasarnya wahai ukh.


Kembalilah.