Gelap. Apakah gelap akan selamanya gelap? Bukankah Alloh
menciptakan terang? Dan apakah gelap itu akan tergantikan? Engkau masih ingat
bukan, bahwa kebosanan, kelelahan, pasti akan mencapai titik kulminasinya,
mereka akan mencapai titik jenuh. Titik dimana ia ingin pergi, ingin berlari.
Masih ingat pula bukan, bahwa ketika raga itu terus dipacu,
akal terus dipacu, akan tiba masanya ia lelah? Dan lelah itu datang sangat
cepat. Dan sebenarnya engkau akan tahu seberapa pentingnya itu, manakala engkau
kehilangannya. Manakala engkau dihadapkan pada detik-detik ujung penyelamatan.
Maka tanyakanlah akan hal itu pada orang yang beberapa detik ia selamat dari
kecelakaan maut. Seberapa berharganya beberapa detik itu bukan?
Saya tidak tahu bahwa apa yang saya pikirkan ini benar
adanya, silakan cermati menurut pandanganmu. Saya hanya ingin membuka, membuka
sedikit fakta. Semoga ini bisa mengingatkan saya serta menjadi koreksi bagi
saya yang jauh belum apa-apa.
Benarkah itu dakwah? Dakwah apa yang sedang engkau bawa?
Meski saya merasa bahwa kesalahan yang saya buat, tidak memanfaatkan waktu
dengan baik, bercanda tak jelas, masih seling melingkupi. Wahai jiwa yang mulai
mengeras, pernahkah kau perhatikan, bahwa engkau disebut aktivis dakwah?
Apalagi jika engkau melihat apa yang engkau bawa ialah
cerminan akan aktivitas tarbiyah. Apakah kita menyalahi prinsip yang sudah Imam
As Syahid tandaskan, akankah risalah ta’lim itu hanya sekedar lampiran kertas
kenangan indah yang hanya dibaca sebagai bahan bacaan sejarah tanpa ada makna?
Ataukah ia hanya bacaan penugasan yang setelah dibaca iapun hilang?
Benarkah kita mengamalkan rukun “kepahaman” dalam segala
aktivitas dakwah? Namun pada kenyataannya masih jauh? Benarkah 20 prinsip yang
telah digariskan itu hanya senandung syair yang dihafal untuk memenuhi
ruang-ruang diskusi?
Kalau saja kita menyebutkan bahwa diri ini adalah aktivis
dakwah, sebut saja tarbiyah, apakah kita sudah menjalankan paugeran didalamnya,
usrahnya, liqa nya, katibahnya, daurohnya, nadwahnya, mukhoyyamnya, dan sebaginya?
Benarkah kita sudah menghadiri itu dengan ikhlas sepenuh hati? Tidak usah
berpanjang lebar membicarakan yang besar, coba bicara skala kecil dalam
kelompok liqa/halaqah/usrah, apkakah kita sudah mengutamakannya? Apakah kita
sudah memberikan ruang energi besar ketika menghadirinya? Ataukah hanya datang
dengan energi sisa?
Coba merenung sejenak, selain dari forum liqa, dimana kah
kita menemukan recharge ruh kita? Ya, kajian di sekitar banyak selain liqa,
namun apakah kita sudah menghadirinya? Bahkan program-program madrasah masjid
kampus sungguh sangat hebat, tapi siapa pesertanya? Ya, kebanyakan dari luar
kampus itu, lalu mana mahasiswa nya, mana? Sebut saja masjid mujahidin dengan
segala program MT nya, tahsin, bahasa arab, kajian mujahidin, dan sebagainya.
Namun, dari sekian banyaknya aktivis yang menamakan dirinya aktivis dakwah
kampus, hanya baru sebagian kecil yang memanfaatkannya, selebihnya dimanfaatkan
oleh pendaftar dari luar.
Ok, kembali ke permasalahan Liqa, sudah beres dengan yang
satu ini? Silakan kita menganggap remeh struktur ini, namun ingatlah, bahwa ini
adalah struktur terkecil jamaah. Ketika ini rusak, maka pada hakikatnya kita
belum bisa menjadi batu bata untuk membangun peradaban umat ini menuju umat
yang madani.
Bercita besar, namun tak mau menjalani alurnya, apakah ia
bisa? Imam As Syahid telah merumuskan itu dengan segala alurnya. Bisakah
individu-individu yang belum terislamkan secara kafah mampu membina rumah
tangga dengan tujuan islam nya? Apalagi bicara negara? Bagaimana 20 tahun ke
depan?
Apakah kita lupa, kita adalah aktivis dakwah, bukan aktivis
organisasi? Organisasi ini adalah wasilah, ini adalah sarana. Kembalilah pada
hakikatnya, kembalilah pada ashalah nya, kembalilah pada dasarnya wahai akh,
kembalilah pada dasarnya wahai ukh.
Kembalilah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar