Senin, 05 Maret 2018

Akankah kita tertunduk dan layu?




Akankah kita tertunduk dan layu?

Oleh Viki Adi Nugroho
(Penulis Buku Recharge Semangat Dakwah, Ketua PK KAMMI UNY)

“Tetaplah di posisi kalian dan jagalah sebelah belakang kami. Jika kalian melihat kami menang, jangan pernah turun dan mengikuti kami. Jika kalian melihat kami kalah dan terbunuh, jangan menolong kami,” salah satu pesan Nabi SAW pada 50 pemanah di perang Uhud. Sebuah pesan yang fenomenal dalam rentang sejarah Islam. Perang yang cukup berat dimana sahabat-sahabat terbaik berguguran demi melindungi Rasulullah SAW. Kesabaran menjadi ujian di balik kemenangan yang mulai merekah di episode awal.

Anggap saja Anda sedang melakukan trading – sebuah istilah yang digunakan orang dalam memprediksi nilai mata uang – dalam rentang waktu satu hingga dua menit. Anda mendapat prediksi yang benar dan jumlah uang naik. Terus itu berjalan sehingga emosi yang hadir, kegembiraan yang datang melonjak membuat Anda terus melakukan trading. Namun sayang, emosi tidak bisa dikendalikan. Kesabaran dan anggapan “besok masih ada hari”, tertutup oleh awan keinginan mendapatkan banyak uang. Libaslah tetiba itu,  uang habis atas ketidaksabaran, kerugian melanda, stres menjadi. Terlepas dari kontroversi bisnis ini baik ditinjau dari sisi manapun. Kita akan dibawa pada penuaian hikmah besar. Kiranya perang Uhud menjadi nilai penting dalam sejarah umat Islam. Alloh menguji kesabaran, mampukah ia tidak tunduk pada emosi? Pada nafsu memburu?

Pasukan memanah turun, kecuali Abdullah bin Jubayr dan sepuluh orang lainnya masih tetap teguh di posisinya karena mengingat pesan Rasulullah SAW. Khalid yang kita ketahui waktu itu masih musyrik segera membalikkan keadaan, kaum muslimin yang sudah memukul kaum musyrik dan berpesta memenggal leher, tetiba dikejutkan dengan serangan pasukan berkuda Khalid dari arah yang tiada disangka. Pasukan pemanah di bukit Uhud pun terbantai. Keadaan berbalik. Kemenangan sesaat tergantikan oleh keganasan dan kebiadaban. Hamzah tak pelak menjadi korban, juga duta Islam pertama Mush’ab bin ‘Umayr, serta beberapa sahabat terbaik lainnya. Bahkan hingga Rasulullah terperosok dan banyak sahabat yang disampingnya rela berkorban demi selamatnya junjungan Alloh SWT. Desas-desus terbunuhnya Rasulullah sempat tersebar sehingga menyiutkan nyali kaum muslimin hingga akhirnya Rasulullah berteriak untuk menyemangati kembali pasukan. Perang ini berakhir dengan kemenangan sementara kaum musyrik, disebabkan putus asanya mereka dari tujuan membunuh Rasulullah SAW.

Di saat sakit menyayat, luka yang masih menoreh, baik luka fisik sampai luka batin. Lantas tidak menyurutkan semangat pada diri Rasulullah SAW. Meninggalkan Uhud Sabtu petang,malam hari beristirahat di Madinah. Usai sholat Subuh di hari Minggu, Rasulullah SAW memerintah Bilal untuk memanggil para sahabat dan dperintahkannya untuk berlari dan bergegas kembali dalam sebuah ekspedisi perang mengejar musuh. Tiada yang boleh ikut selain yang ikut dalam perang Uhud. Hingga sampailah pada daerah Hamra’ al-Assad. Hingga dikenallah peristiwa ini dengan perang Hamra’ al-Asad.

Pada Malam harinya, pasukan ekspedisi ini meyalakan api unggun besar yang terlihat jelas dari kejauhan. Tentu dengan tujuan agar kaum musyrik mengira bahwa pasukan muslim kembali dengan jumlah yang sangat dan lebih banyak lagi untuk siap bertempur. Ma’bad – yang waktu itu juga masih musyrik dari Khuza’ah – lewat dan melihat pasukan muslim, ia tercengang. Lalu ia juga melewati pasukan musyrik dan mendapati hal yang ganjil, dimana mereka tengah bersenang-senang karena kemenangannya di Uhud bahkan berencana ke Madinah untuk menghabisi kaum muslimin. Ya! Anda bisa menebak tentunya. Rencana itu gagal. Waktu itu, Abu Sufyan menangyakan perihal kaum muslimin pada Ma’bad. Lalu apa yang dikatakannya? “Celakalah kalian! Muhammad dan para pengikutnya keluar mengejar kalian dalam jumlah yang sangat besar. “Tak pernah aku melihat pasukan sebanyak dan sebesar itu. Mereka bergerak dengan persenjataan dan perlengkapan lengkap. Aku pun tak pernah melihat pasukan selengkap itu!”

Rasa takut menyelimuti kaum musyrik, kegembiraan berubah menjadi ketakutan dan was-was. Alloh memasukkan rasa takut pada hati mereka. Akhirnya merekapun kembali.
Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita sebuah epik yang indah. Pasca kekalahan bukan kemudian meratapi, namun kembali bangkit untuk tidak tunduk dan layu. Di saat luka menganga, Rasulullah SAW malah memerintahkan untuk kembali berlari. Hakikat kemenangan hadir, eksistensi kekuatan umat tercipta kembali. Ruh keimanan dan penyiapan materi menjadi kunci-kunci kebangkitan.

Kehidupan yang serba tiada menjanjikan dalam era kini seharusnya bukan membuat kita tertunduk dan layu. Peristiwa yang terus melanda negeri kita, juga tak seharusnya menyiutkan nyali bagi kita untuk kemudian diam, karena diam tak selalu emas! Itulah yang dilakukan oleh Rasul dan sahabatnya. Mereka tidak tunduk dan mengekor pada “penguasa” Mekkah. Mereka tidak tunduk pada “penguasa” dunia yang hanya sementara. Mereka percaya bahwa Alloh SWT akan menolong mereka sesuai janji Rasul-Nya.

Halangan dan ujian yang besar, apalagi di era kini. Kudu menjadikan kita lebih kreatif dalam mengemas dan “menyajikan” dakwah. Kalaulah Mansur, pimpinan Muhammadiyah di era Orde lama mengingatkan Soekarno bahwa pemimpin yang dia sudah tidak menerima masukkan dan saran lalu ia marah, maka sejatinya ia bukanlah pemimpin yang sedang didambakan bahkan akan menjadi hal yang berbahaya, apalagi jika yang mengingatkan ialah para ulama.

Semoga diri kita yang sejatinya ialah pemimpin mampu mengambil mutiara hikmah ini. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar