Kamis, 27 Juli 2017

(Beli) Buku Recharge Semangat Dakwah

Recharge Semangat Dakwah



Assalamualaikum Sahabat sekalian, sudah dengar tentang buku ini?
Sebuah buku yang sebenarnya "lebih tepat" berkisah tentang dakwah khususnya dakwah kampus. Akan sangat cocok bagi kalian yang saat ini menjalani aktivitas tersebut,

Apa isinya? Saya kasih tau sedikit ya melalui kata pengantarnya sebagai berikut:

Pengantar Penulis

Assalamualaikum. Wr. Wb.
Segala Puji bagi Alloh SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya, melimpahkan kasih sayang-Nya kepada semua makhluk tanpa terkecuali. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi teladan kita, yang menjadi utusan dalam menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia, dan semoga kita adalah umat yang senantiasa melanjutkan perjuangannya, bukan umat yang malah menyakitinya.
Hidup bagaikan roda berputar. Begitu pula sebuah masa kejayaan, terus berputar. Begitulah Alloh menuliskan ayatnya, ayat yang kita baca berulang-ulang tiap pagi dan sore dalam dzikir matsurat kita. Itu pula yang bisa kita temukan dalam dakwah, apalagi dakwah kampus. Dimana basis orang- orang ideologis muncul dengan berbagai wacana-wacana pemikiran serta langkah-langkah kritisnya dalam upaya mewujudkan kemajuan bangsanya. Sehingga kampus menjadi ruang “perebutan” ideologi hingga hari ini. Mulai dari pemahaman dakwah, Liberal, sosialis, nasionalis, ateis, mulai dari kanan hingga kiri, semua lengkap.
Inilah yang harus segera ditangkap dan dibaca oleh segenap aktivis dakwah, bagi seorang da’i. Bahwa peluang mengarahkan potensi pemuda ada disini. Peluang dakwah “ideologis” ada disini. Peluang menciptakan pemimpin-pemimpin masa depan demi kemajuan Islam, bangsa, dan negara ada disini.
Tulisan ini merupakan sebuah refleksi diri saya dan apa  yang terdapat dalam perjalanan dakwah kampus yang saya lalui, apa yang terkadang menjadi keresahan dan menjadi keinginan. Sebuah tulisan yang sebenarnya kebanyakan orang sudah paling tidak mengetahui dalam hal-hal yang menjadi prinsip dan hal-hal yang boleh kita mengambil pilihan-pilihan.
Tulisan ini berasal dari sebuah pengalaman serta lika-liku dakwah kampus, pengalaman apa saja yang kemudian menjadi pelajaran yang akhirnya tertuliskan dan tergoreskan. Apalagi berbicara tentang dakwah kampus, berbicara pemuda dan dakwah, tema sentral yang sering dibicarakan dalam forum-forum mahasiswa khususnya dalam tataran dakwah kampus yang kian hari kian prestisius karena dirasa mampu memunculkan sosok-sosok tangguh yang berkualitas dalam menuju tatanan marhalah dakwah selanjutnya.
Namun apa kiranya ketika dakwah kampus sudah mulai terasa kering dari nuansa-nuansa tarbiyah, kering dari nuansa-nuansa hakikatnya. Namun apa kiranya juga ketika dakwah kampus kemudian tidak membuka dirinya melihat akan “jiwa zaman” yang berubah dan kian bertambah rumit. Masalah-masalah kian hari kian bertambah dan kian baru, bahkan belum dijumpai dari era sebelumnya, namun cara-cara yang digunakan masih saja seperti sebelumnya. Sehingga butuh pengumpulan dan pengisian kembali “instrumen daya juang” bagi aktivisnya, pengisian ulang “semangat” bagi para aset penggeraknya.
Semoga tulisan yang sedikit ini mampu merecharge daya energi dan semangat dakwah ini, khususnya bagi dakwah kampus. Tiada yang lebih baik dan sempurna selain dari Alloh SWT.
Selamat bergerak, selamat berjuang, selamat merecharge semangat Anda!
Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Viki Adi N


Kira-kira begitu, jika berminat. Insya Alloh kami menyediakan. Adapun harganya 45.000, lalu kami diskon 20% sehingga menjadi 36.000 (belum termasuk ongkir).
Silakan bisa melakukan pemesanan/ pembelian buku ini dengan menghubungi CP: 085747455738 (Wa) atau bisa berkunjung di instagram @bookstoregaza atau @viki_adi_nugroho

Terima kasih, Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Selasa, 25 Juli 2017

Kenali KAMMI dari diri KAMMI

Kenali KAMMI dari diri KAMMI
Oleh Viki Adi Nugroho 

Ketika ada aktivis dakwah kampus yang tidak berterima dengan KAMMI, sebagian menganggapnya wajar, mungkin karena perbedaan ‘cara’. Tapi apakah itu wajar yang normal? Jangan sampai pepatah ini berlaku, “Kacang lupa pada kulitnya”.

Memang KAMMI hadir dan dideklarasikan setelah diskusi-diskusi kelanjutan diluar FSLDK (Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus) yang sedang berlangsung. Kita tahu bahwa sebagian besar dari aktivis LDK (Lembaga Dakwah Kampus) ini ialah aktivis berbasis Masjid Kampus. Kita tentu semua paham bahwa aktivitas berbasis masjid kampus di tahun 80-an diwarnai arus pemikiran Ikhwanul Muslimin yang waktu itu memang sedang menggema di berbagai belahan dunia. Bahkan sulit untuk melacak kapan pertama kali masuk dan melalui ‘jalur’ apa. Dengan konsep puritan akan kesempurnaan agama Islam inilah, yang kemudian merasuk menjadi pemahaman yang integral bahwa persoalan bangsa yang terjadi harus segera ditanggapi. Inilah sebagian dari kesebangunan sejarah umat islam, khususnya di Indonesia. Semoga saja kacang ini tidak lupa pada kulitnya.

Menjadi aneh tentunya ketika aktivis dakwah kampus anti dengan KAMMI itu sendiri. Mungkin begitulah, ibarat kekhawatiran Soekarno terhadap sejarah kebesaran bangsanya sendiri sehingga muncul kata-kata fenomenal “jasmerah”, jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Apalagi ketika kemunculan ‘anti’ tersebut datang dari para murabbi yang ada di kampus. Sesuatu yang bagi saya lebih dari “Kacang lupa pada kulitnya”. Entah apa penyebutannya. Sebegitu ‘ngeri’ kah Dauroh Marhalah 1 itu? Atau karena cap ‘politik’ yang menempel di baju KAMMI sehingga tidak mengizinkan untuk mengikutinya? Padahal itu hanya cap.

Adapula yang tidak mengizinkan untuk mengikuti alur pengkaderan di KAMMI itu sendiri, semisal mengikuti DM 2, DM3, dan suplemen lainnya. Ada alasan ‘konsekoensi’ yang katanya ‘mengerikan’, ada pula opini “tanpa KAMMI juga bisa upgrade kapasitas”, ada yang menggunakan dalih merasa belum pantas, ada yang menganggap karena KAMMI lebih kental politiknya, ada yang dikarenakan cap ‘pendemo’, kering ruhiyah dan sebagainya.

Bagi alasan semua itu, cukup sederhana bagi saya. Murabbi bukan sekedar ‘status’ namun amanah. Ia bukan orang yang sekedar pada tataran marhalah ta’rif, namun baginya sudah mulai men-ta’rif kepada orang lain, yang artinya murabbi punya tingkaan diatasnya secara level dibanding mutarabbinya (baca: binaan/ objek dakwah). Apakah itu bukan ‘konsekoensi’? konsekoensi sebagai seorang murabbi?

Ketika ada tempat lain untuk mengupgrade kapasitas. Saya jawab, “tentu, itu benar”. Namun, benarkah diri ini mampu untuk mencari tempat untuk meng-upgrade tersebut secara sendiri? Padahal di depan matanya sudah ada sistem kaderisasi yang mapan dengan segudang upgrade kapasitas yaitu di KAMMI? Adapun bagi yang merasa belum pantas, saya hanya bertanya, “Sampai kapan kalian akan merasa pantas?” saya kira semua sepakat, kalau seandainya dakwah ini membutuhkan orang yang sudah pantas, tentu di era seperti ini, tidak ada lagi yang mau berdakwah, dan mungkin terlupa dengan ajaran Rasul kita bahwa sampaikanlah walau satu ayat.

KAMMI lebih kental dengan politiknya, ini memang agak aneh, meski ada benarnya, karena KAMMI adalah gerakan mahasiswa dan gerakan dakwah tentunya, bukan gerakan politik semata. Namun politik yang dimaksud juga sudah jelas, bahwa tetaplah  prinsip KAMMI yang enam adalah hal yang harus selalu dipegang. Sudah jelas pula bahwa yang menjadi musuh adalah kebathilan. Justru dengan turut berperan dalam gerakan mahasiswa kita akan tahu dan paham kondisi umat dan masyarakat Indonesia. Kita akan dibelajarkan ‘merasa’ dalam hal sosial yang lebih peka. Bukan apatis terhadap masalah-masalah sekitar. Begitu pula cap pendemo, tentu perlu kita sadari bahwa memang KAMMI terbentuk sebagai kesatuan aksi. Bukan hal aneh cap tersebut, yang jadi aneh adalah mereka yang tidak pernah turut andil dalam kegiatan tersebut – sebagai upaya mengingatkan pemimpin –, jadi penonton, dan merasa bangga. Bangga dengan diamnya. Bangga sekedar menjadi penonton.

Namun benar pula, perlulah kita berprasangka baik, semoga ada alasan yang lebih ‘ideologis’ dibalik semua itu. Mengapa saya beranikan menulis hal ini, karena ini ada pada tataran internal aktivis dakwah itu sendiri. tentu akan sangat aneh bukan? Kecuali ketika kita sedang membahas masalah ini dari faktor eksternal (umum).

Adalah menjadi wajar ketika pandangan-pandangan miring itu dari luar, dari orang yang memang belum mengerti, atau dari orang yang memang tidak mau mengerti. Bagi orang yang memang belum mengerti, maka saya sarankan, buka referensi seluas-luasnya, mulai dari kran sejarah, dari kran keilmuan agama islam itu sendiri, dari para pelaku sejarah, bukan sekedar orang-orang yang bercuit yang tiada pernah merasakan perjuangan. Bagi orang yang belum mengerti dan memahami seperti apa itu KAMMI, sebenarnya sangat mudah ketika ingin mengetahui apa yang ada di dalamnya. Bagi saya sendiri, silakan ikuti Dauroh Marhalah 1, ketika setelah mengikuti agenda tersebut, Insya Alloh kalian akan mengerti apa itu KAMMI. Ketika memang tidak bersepakat, silakan, cara dan sarana adalah hal yang fleksibel (baca: mutaghayyirat).

Bagi orang yang tidak mau mengerti, yang pekerjaannya hanya menebar berita negatif, pandangan miring, mencegah orang untuk ikut memperkeruh suasana, mencegah orang untuk tidak mau mengikuti organisasi ini, bagi saya sendiri, dengan terang saya katakan “Semoga Alloh memberikan kita petunjuk, kelapangan, serta kesabaran”. Semoga kami berbicara bukan dengan mulut saja, namun dengan kontribusi untuk bangsa ini.  Ya Alloh, saksikanlah, bahwa KAMMI telah menyampaikan.

Ketika kalian ingin tahu tentang KAMMI, maka kenalilah KAMMI dari diri KAMMI. []


Selasa, 18 Juli 2017

Dunia yang Ditentukan #Hastag

Dunia yang Ditentukan #Hastag
Oleh Viki Adi Nugroho


(Masih) dalam dunia yang sama, derasnya arus informasi dan komunikasi hari ini membuat sebuah ladang baru, bahkan arena ‘pertarungan’ baru, dan tentu garapan dakwah baru. Namun masih dalam ingatan kita bahwa informasi yang terus mengalir dengan begitu cepatnya, hampir dan sukar untuk dikontrol. Terbukti saja, ketika ada sebuah pesan (broadcast), tak ayal – terkadang belum selesai dibaca dan belum tahu asal muasal sumbernya – main asal copy-paste saja. Dunia copy-paste seolah-olah bak nasi sebagai makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Tentu ini menjadi miris, apalagi bagi seorang pegiat atau aktivis dakwah. (Ingin) menebar manfaat, namun berbuah bencana.

Isu dunia tak ayal pula, bisa digegerkan dan bisa ditentukan dengan hanya tanda pagar atau kita biasa menyebutnya #Hastag oleh kicauan-kicauan dunia maya (sosial media). Meski ini adalah versi sosial media, yang terkadang pula hastag yang ada adalah proses pertarungan kepentingan. Namun kita telah mengetahui era hari ini dimana ‘media netizen’ memang cukup menjadi perhatian dan perhitungan. Ini buktinya, pertarungan buzzer dengan hastagnya. Tak lupa dan masih segar ketika pertarungan hastag aksi bela islam, dunia jagad maya terasa panas oleh dua pertarungan kepentingan dari umat Islam dengan pembela ahok.

Berjibaku di dunia ini memang perlu, untuk era kini, bahkan humas gerakan pun perlu memiliki tim sosial media secara khusus, untuk membentengi hal-hal yang memang tidak diinginkan, karena sebenarnya ketika jurnalistik secara ‘formal’ terpenuhi pun itu sudah lumayan. Hanya saja memang jiwa zaman yang menuntut berbeda sehingga caranya pun harus mencoba mengimbanginya. Namun gerakan mahasiswa harus ‘pintar’ melihat peluang dan situasi yang ada, karena bisa saja, pembawaan sebuah isu di jagad dunia maya hanya untuk ‘menyibukkan’ gerakan mahasiswa (apalagi umat Islam) agar menghabiskan energi disitu, namun lupa bahwa akan ada kebijakan baru yang mungkin akan dikeluarkan oleh pemerintah. Dan gerakan mahasiswa lalai terhadap hal ini.

Akun-akun resmi sosial media yang aktif bisa kita lihat secara jelas (baca: twitter), namun pertanyaannya, sudahkah ada akun dari gerakan mahasiswa yang terukur dan masiv dalam skala besar? Mungkin bisa kita sadari akan rentannya akun gerakan, sehingga ada pilihan akun pribadi sebut saja misalnya. Lalu, akun aktivis mahasiswa siapa yang sekarang mampu mengcounter itu? Seandainya alumni, saya percaya, banyak yang memang sudah besar, seperti akun Pak Fahri, Pak Mahfud MD, dan sebagainya yang kebanyakan adalah alumni aktivis gerakan mahasiswa.

Memang konsistensi dalam hal ini benar-benar dibutuhkan, keuletan, kerja keras, kesabaran, serta kehati-hatian. Kiranya dunia ditentukan #Hastag, apa yang akan kita lakukan selaku gerakan mahasiswa, apalagi selaku gerakan dakwah, untuk menyiapkan dan menjawab tantangan zaman ini? []