Perempuan Hari Ini
oleh Viki Adi N
(Kebijakan Publik Komisariat KAMMI UNY 2016)
Masih dalam suasana hari Kartini dimana sebagian masyarakat
kita masih membumikan tradisi-tradisi peringatan dari yang biasa sampai yang
luar biasa. Masih dalam suasana hari “keteladanan” perempuan. Kita yakin bahwa
masih banyak perempuan yang berjasa dalam membesarkan bangsa ini selain Ibu
Kartini. Mari sejenak “menskip” hal itu, tentu bukan untuk melupakan sejarah,
karena sejarah itu penting.
Namun marilah sejenak kita merenungi, di hari perempuan ini
sebuah refleksi masalah apa yang sedang terjadi di Indonesia. Masalah apa yang
terjadi pada perempuan Indonesia.
Komnas Perempuan mencatat 16.217 kekerasan terhadap perempuan
pada tahun 2015. (baca: kompas [7 maret 2016] atau Siaran Pers Komnas Perempuan
Catahu 2016) diungkapkan bahwa kekerasan terhadap perempuan semakin meluas.
Khususnya dalam ranah personal kasus ini meluas sangat banyak dan ini lah yang
paling banyak, ada pula masalah komunitas, dan beberapa juga terkait negara.
Belum lagi terkait masalah pribadi, dimana masalah “harga
diri” perempuan sepertinya semakin kesini semakin menurun. Seperti dikutip dari
CNN, Psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana mengatakan bahwa benang merah
masalah perempuan selalu berkutat pada self esteem (harga diri).
Bahkan self esteem ini akan menyangkut dalam hal fisik.
Berdasarkan data yang diungkapkan oleh beliau, tahun 2013 sebanyak perempuan
33% di dunia mengaku tidak bahagia dengan bentuk fisiknya. Dan angka ini
cenderung naik dari tahun ke tahun.
Ini ketika bicara dunia, apalagi di Indonesia yang bisa kita
lihat bahwa proses westernisasi akibat globalisasi dari kemajuan teknologi
sangat besar. Memang benar adanya seperti itu. Fisik perempuan menjadi barang
eksploitasi perdagangan. Semua bermula dari harga diri. Penampilan menjadi
keutamaan.
Coba kita amati saja sekilas, kita bisa menarik benang
merahnya. Mulai dari masalah “personal”, “komunitas”, bahkan mengerucut pada
“harga diri”. Setidaknya disini kita mengerti bahwa benar upaya perbaikan
memang seharusnya dimulai dari tingkatan individu. Berarti dalam hal ini ialah
perempuan.
Wajar harga diri menjadi rendah, karena memang dalam suasana
pembentukan global dalam dunia ini sedang gencar-gencarnya namun tidak ada
keseimbangan filter. Maka hendaknya sebagai manusia yang “katanya” memanusiakan
manusia atau bahasa kerennya ialah humanisasi, pantaskah kita melihat ini
sebagai hal biasa?
Maka hendaknya sebagai manusia yang “katanya” adalah mahluk
yang merdeka atau bebas, pantaskah kebebasan menoreh luka? Maka hendaknya
manusia mengembalikan semua pada fitrahnya, bahwa pembinaan moral untuk manusia
adalah hal yang utama. Bahwa pembinaan pada agama ialah yang utama.
Mengembalikan konsep pembinaan perempuan dalam moral agama
menjadi hal utama dewasa ini. Sehingga fitrah perempuan tidak ternodai oleh nilai
westernisasi yang jelas bisa kita lihat bahwa itu tidak sesuai dengan ideologi
bangsa kita. Mari bangkitkan kembali nilai-nilai profetik dalam pembinaan
perempuan.
Selamat hari Kartini, selamat berjuang!
#Mari lakukan perbaikan bersama
#GerakanIntelektualProfetik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar