Selasa, 17 Juli 2018

Resensi Buku Membina Angkatan Mujahid

Cek instagram untuk membeli buku ini

Sedikit komentar tentang buku *MEMBINA ANGKATAN MUJAHID*

Oleh Viki Adi N

Buku: Membina Angkatan Mujahid
Judul Asli: Fi Afaqi at-Ta'alim
Penulis: Said Hawwa
Penerjemah: Abu Ridho & Wahid Ahmadi
Penerbit: Era Adicitra Intermedia
Tahun Terbit: 2014

Resensi buku ini sudah banyak di internet, barangkali generasi gawai selalu membuka tanpa pernah mencoba menyelesaikan membaca bukunya. Silakan, itu pilihan.

Ini bukan sekedar resensi, hanya ocehan seorang bakul buku. Buku yang terdiri dari 8 Bab ini, plus pendahuluan dan penutup sehingga pas menjadi 10 dalam edisi terjemahannya menjadi semacam buku "pegangan" oleh aktivis dakwah khususnya di kampus-kampus. Padahal hingga kini buku sejenis ini sangatlah banyak bahkan dengan kajian dan pendekatan yang baru karena saking banyaknya penelitian dan studi tentang gerakan ini.

Mengapa saya awali dengan ini? Ya! Agar Anda terbuka bahwa buku ini ialah syarahan dari Risalah Ta'alim yang ditulis oleh Imam as-Syahid Hasan al-Banna sebagai pendiri Ikhwanul Muslimin. Kita akan temukan bahwa tidak berlebihan jika Beliaulah peletak gerakan Islam kontemporer, ia memadukan otak al-afghani, rasyid ridho dan praktek al-maududi. Kalau tokoh-tokoh sebelumnya masih berpusat pada tataran ide, maka toho satu ini mampu menyebarkan gagasannya hingga seluruh pelosok dunia. Hingga fikrah nya mampu membuat gerakan dengan berbagai coraknya yang berbeda di tiap negara.

Dan tentu, buku ini - sekali lagi - bukan buku satu-satunya atas syarahan itu. Hanya saja karena penulisnya ialah langsung dari anggota Ikhwan maka buku ini seolah menjadi panduan untuk membina angkatan mujahid.

Mungkin Anda bertanya apa maksud membina angkatan mujahid?

Anda perlu tahu bahwa Risalah Ta'alim ditujukan bukan untuk "simpatisan". Anda bisa merujuk pada tulisannya langsung dalam buku Majmuatu Rasail Hasan al-Banna. Sangat jelas bahwa risalah ini ditujukan untuk seorang "mujahid". Maka benarlah bahwa risalah ini berkaitan dengan takwiniyah serta berisi panduan bagi seorang al-akh, baik berkaitan dengan dirinya maupun jamaah. Bahkan tak tanggung-tanggung, Hasan al-Banna mengatakan bahwa untuk mereka yang bukan "mujahid", akan disediakan ceramah-ceramah, tulisan-tulisan, training-training. Artinya rukun bai'at bukan untuk sembarang orang. Itu catatan yang harus Anda pikirkan.

Menuju bab kedua, Said Hawwa menuliskan kunci memahami dakwah Ikhwanul Muslimin. Disini dijelaskan meski secara umum. Sebenarnya peletakan manhaj bisa kita tilik dalam tulisan atau pidato Imam Hasan al-Banna dalam Risalah Muktamar al-Khamisnya. Beliau sudah menerangkan dengan sejelas-jelasnya. Entah hari ini generasi muda masih mau membaca tulisan itu atau tidak.

Selanjutnya penulis menjelaskan bahwa tiap diri muslim ialah seorang da'i yang memiliki tanggung jawab besar, apalagi dengan tidak adanya kepemimpinan umat. Sebenarnya kompilasi pemikiran Said Hawa sudah diterjemahkan oleh Gema Insani menjadi satu paket, kita juga akan mengerti dinamika pemikirannya. Dari mulai menolak demokrasi hingga tragedi pembantaian IM di Syiria sehingga pelunakan terjadi. Anda bisa menjalani proses alur ini ketika membaca dua jilid Majmuatu Rasail terbitan Era atas dinamisnya pemikiran Sang pendiri jamaah.

Di buku terjemahan yang Anda pegang ini, maratibul amal di beri bab dengan judul: tentang tujuan. Setidaknya bocah-bocah yang katanya ADK harus mengetahui ini. Karena dakwah ini jauh menelusuri berbagai aspek, tidak berkutat hanya di LDK saja seperti yang dipikiran sebagian aktivisnya. Ia memiliki tahapan yang jelas dan khas. Anda bisa membandingkan tahapan ini dengan gamblang serta memikirkannya dengan tahapan atau manhaj Hizbut Tahrir. Akan ada kesamaan di tahap bagian awal tapi akan ada perbedaan cukup mencolok di bagian tengah menuju atas. Setidaknya ini bisa dimengerti khususnya karena pergolakan situasi yang berbeda dan pengambilan hukum yang mengacu atas letterleck sejarah ataupun atas pengalaman langsung pergulatan politik. Anda bisa bayangkan selama 8 dekade, IM selalu jatuh bangun khususnya di negerinya sendiri.

Untuk sarana tiap tujuan atau tiap tahapan juga dijelaskan dalam bab selanjutnya. Baik point untuk person maupun jamaah. Setidaknya point-point yang bersifat ruhiyah masih bisa terus dipakai, hanya saja terkait cara tertentu berkaitan dengan strategi tentu di tiap negara akan memiliki permasalahan dan solusi yang berbeda. Anda tidak bisa membayangkan misalnya, bahwa di Malaysia belum ada partai yang secara fikrah mengusung ide IM, karena partai Islam (ulama) sudah ada terlebih dahulu sebelum pemikiran IM tersebar disana. Berbeda pula jika melihat di Tunisia, partai dipisah dengan jamaahnya. Di Indonesia? Anda bisa merasakan sendiri.

Bab 6, penulis membawa penjelasan atas tahapan seperti ta'rif, takwin, tanfidz. Mulai dari penjelasan pengertian hingga apa yang harus dilakukan di masing-masing itu. Pertanyaannya, ada dimanakah Anda?

Kita juga harus berpikir bahwa ketiga ini akan terus berlangsung dan berkelanjutan. Meski dalam Risalah-risalah pendiri gerakan secara marhalah, jamaah sudah memasuki usia yang matang, tentu dengan kualitas dan kuantitas serta pengalaman dan pergulatan yang terjadi. Itulan mengapa integralitas ditekankan penuh oleh penulis.

Penjelasan rukun bai'at ada dalam bab selanjutnya termasuk penjelasan wajibatul akh. Yang sebenarnya ada 40 point, namun belum dibahas semua dibuku ini. Selengkapnya ada di risalah Ta'alim.

Next, terakhir di bab 8, penulis menambahkan uraian pelengkap. Berkaitan dengan kaidah yang sesuai dengan tabiat dakwah. Kompilasi lengkap terkait ini sebenarnya bisa Anda dapatkan dalam seri Fiqh dakwah karya Syekh Mustafa Mashyur yang sudah diterjemahkan pula baik oleh Era maupun al-i'tishom. Di bagian selanjutnya ialah penjelasan berkaitan dengan peringkat keanggotaan. Ini sebenarnya menjadi privasi apalagi di pebahasan berikutnya ialah berkaitan dengan penjelasan metodologi. Anda bisa saja dibuat pusing dengan bab ini. Karena itu memang ditujukan untuk para anggotanya dengan berbagai peringkat. Tidak masalah Anda bingung. Kebingungan terjadi karena Anda tidak tahu. Itu jawaban simpelnya.

Sekian ocehan dari bakul buku.

Untuk pemesanan dan pembelian bisa langsung ke Omah Literasi atau @bookstoregaza

Wa: 085740199965 (Gaza Group)

Atau klik link di atas

Kamis, 12 Juli 2018

Ketika Anda ditanya, apa "fikrah" yang kalian bawa?

Ketika Anda ditanya, apa "fikrah" yang kalian bawa?
(Tulisan untuk kader KAMMI secara khusus dan Aktivis Dakwah Kampus secara umum)

Oleh:
Viki Adi N


Mari belajar dari seorang A. Hassan, tokoh besar yang tidak dipisahkan dari Persis (Persatuan Islam). Setidaknya kontribusi pemikiran dan "pembongkaran" pembelajaran efeknya bisa sampai di tangan kita sekarang. Kita bisa membaca buku "agama" dengan bahasa Melayu (baca: Indonesia) dan terjemahan al-Quran, jurnalisme agama, tidak terlepas dari kiprah satu tokoh ini.

Kalaulah dulu pembelajaran agama hanya dan harus ditemukan dalam pesantren atau mendaras pada seorang ahli. Kini ribuan bahkan jutaan eksemplar karya bisa dibaca sendiri dan untuk mendiskusikannya dalam ruang terbuka adalah hal yang biasa. Terbukti dengan maraknya kajian ada dimana-mana.

Menjadi perhatian utamanya ialah dengan mudahnya akses saja, seharusnya seorang "aktivis muslim" bisa memanfaatkannya dengan baik. Orang awam saja memanfaatkannya, apalagi yang katanya berlabel aktivis?

Perilaku dan karakter terbentuk atas apa yang ia biasakan utk dilakukan. Dan ia akan terbentuk dari sebuah pemikiran, dan pemikiran akan terbentuk dari banyaknya ia membaca. Mulai dari membaca peristiwa, alam, buku, dan apapun hingga  firasat mampu ia bentuk dengan pembacaan pandangan ke arah depan. Tentu ini bukan hal mudah.

Maka kenapa konsep "ikhsan" ada di dalam Islam? Ya, itulah hasil dari daya pembacaan tingkat tinggi. Ia memadukan akal, hati, pengetahuan, perbuatan dan keimanan.

Hingga konsep "wihdatul wujud" tidak sepenuhnya salah jika kita melihat dari perspektif "ikhsan" seperti paparan Syed M. Naquib al-Attas, bukan perspektif kesatuan wujud "Aku dan Tuhan" karena konsep ini bisa menjatuhkan manusia pada konsep bahwa "aku adalah Tuhan". Inilah yang membuat para Walisongo menjatuhkan hukuman mati dan kafir kepada Syekh Siti Jenar.

Konsep membaca tidak bisa disederhanakan hanya dengan membaca buku saja.

Tapi tulisan kali ini barangkali ingin sejenak mengupas satu sarana ini. Kita harus berterima kasih kepada A. Hassan sebagai salah satu tokoh yang mendobrak kejumudan ini.

Saya kira judul di atas tidak akan ditanyakan dengan _letterlejk_ oleh orang lain. Pastinya oleh kalangan sendiri hanya untuk sekedar menguji. Anggaplah seperti itu.

Namun inilah salah satu pertanyaan mematikan yang jarang tidak bisa dijawab oleh kadernya sendiri. Saya dapati real ketika melakukan "sertifikasi" menuju AB1 di KAMMI.

Dan tulisan ini juga tidak akan membahas itu, karena toh saya telah menuliskannya di buku Recharge Semangat Dakwah atau lebih panjang di buku Untukmu Muslim Negarawan.

Kalaulah KAMMI masih membandingkan konsep iqomatuddin melalui salah satu gagasan yang diletakkan oleh Imam Hasan al-Banna (Pendiri Ikhwanul Muslimin). Tentulan karya-karyanya seharusnya menjadi perhatian bagi kadernya.

Meski seperti kata Tariq Ramadhan ketika wawancara dengan gatra, "Ikhwanul muslimin punya manhaj (metodologi khusus). Bukan untuk kekerasan, melainkan pembaruan masyarakat. Jika Anda mengikuti manhaj Ikhwanul Muslimin, tak bisa Anda menirunya begitu saja. Jangan taklid, kita harus punya jawaban yang baru untuk realitas yang baru".

Tentu inilah mengapa nuansa serta kepahaman terhadap sejarah bangsa Indonesia serta potensi yang dimiliki negeri ini, menjadi kompetensi yang harus dipahami oleh kader KAMMI.

Kekuatan fikrah dan keindonesiaan inilah dengan disertai kepahaman tentunya, yang menjadi kekuatan serta daya lenting seorang kader.

Lalu bagaimana pengkajian ini - minimal kalangan kader dakwah (ADK) - di kampus? Masih ada? Terasa? Atau hampa?

Semoga bermanfaat.

Tulisan ini pertama di post di:
https://gazalibrarypublishing.wordpress.com/2018/07/08/ketika-anda-ditanya-apa-fikrah-yang-kalian-bawa/