Terkait
analisis kondisi Pilkada Sleman di sini, saya akan mencoba sedikit menganalisis
berdasar apa yang saya ketahui. Beberapa hal yang akan saya analisis seperti
awal kondisi balon pilkada yang bisa dianggap “panas” dan pasangan calon yang
kemudian didukung oleh parpol-parpol.
Pada
awal bakal calon di Pilkada Sleman, ternyata sudah membawa polemik dan membawa
suasana yang cukup panas. Karena dari balon (bakal calon) Wakil Bupati Sleman
Sri Muslimatun yang sebelumnya anggota legislatif DPRD Sleman F-PDIP belum bisa
menyerahkan surat yang menyatakan berhentinya dari anggota legislatif. Ini
terjadi karena untuk meminta surat tersebut harus ada surat rekomendasi dari
PDIP selaku parpol pengusungnya, sementara PDIP sendiri mengusung Yuni Setia Rahayu
sebagai balon Bupati Sleman.
Dengan
lamanya surat ini tidak keluar, akhirnya hal ini memicu terjadinya aksi oleh
pendukung santun (Sri Purnomo dan Sri Muslimatun) dimana terjadi penyegelan
terhadap kantor DPRD Sleman agar surat segera ditindaklanjuti termasuk meminta
ke gubernur DIY. Akhirnya KPU Sleman sendiri menetapkan keputusan jika surat
ini tidak bisa keluar, maka jika memang Sri Muslimatun sendiri telah bertekad
baik dan berusaha memenuhi persyaratan ini, maka akan bisa diloloskan, yang
akhirnya pada tanggal 22 oktober di loloskan.
Secara
aturan memang ini menjadi polemik dan menjadi keputusan kontroversi, karena
tidak lengkapnya berkas yang menjadi syarat namun diloloskan. Tapi di sisi
lain, karena surat rekomendasi Sri Muslimatun yang keluarnya dari partai
seolah-olah partai ini menjadi kunci utama pelolosan, maka ini juga membuat
polemik. Selain itu, alasan lain yang menjadi perhatian ialah tagline dari aksi
pendukung santun terkait “jangan lukai demokrasi dengan pasangan tunggal”,
dimana ketika balon santun ini tidak lolos maka hanya ada satu pasangan
tunggal.
Sebenarnya
tidak menjadi masalah jika hanya ada pasangan tunggal, namun jika pasangan
tunggal saja, maka masalah yang timbul akan lebih besar. Baik terkait massa
pendukung, maupun stigma negatif terhadap partai-partai tertentu karena masalah
surat tersebut, bahkan terkait KPU dan DPRD.
Keputusan
yang akhirnya meloloskan, maka harus kita terima dengan bijak. Di sinilah
pembelajaran demokrasi. Paslon nomor satu ialah Yuni Setia - Danang
Wicaksono dan paslon nomor dua ialah Sri
Purnomo – Sri Muslimatun. Pemilu akan dilaksanakan 9 Desember (Pemilu
serentak), dan dari sekarang (sejak saya tulis ini) kampanye sudah dimulai.
Di
daerah Sleman sendiri (sosial politik) sudah bisa terlihat bahwa Sleman menjadi
salah satu basis massa PDIP, ini terbukti dengan kemenangan pilpres lalu,
dimana unggul 13 kecamatan dari 17 kecamatan. Selain itu, kursi DPRD juga besar
dimiliki oleh PDIP yaitu sekitar 13 kursi, selain itu Gerindra 7 kursi dan PKS
6 kursi, sekitar 50%. Sementara nomor 2, diusung oleh PAN, Nasdem, PPP,
Demokrat, PKB, Golkar, PBB, dan Hanura. Dimanana secara kursi memang tidak
terlalu banyak di DPRD, namun banyaknya partai pendukung ini mesti jadi
pertimbangan.
Dari
kepemimpinan yang harus memang dipilih tentu kita bisa mencermati dari beberapa
aspek, seperti: Parpol yang mengusung, kapabilitas dan intergritas, juga
elektabilitasnya. Memang sempat terjadi hal kontroversi dimana PKS selaku
parpol islam yang awalnya akan merapat dengan partai-partai paslon nomor 2 yang
banyak orang mengatakan basis keagamaan, namun malah merapat ke paslon nomor
satu yang kita tahu bahwa di skala nasional PDIP, PKS, dan Gerindra sering
terjadi keputusan yang berbeda karena memang terjadi pemisahan di kubu KIH dan
KMP.
Namun,
kita bisa melihat bahwa salah satu faktor PKS merapat ke paslon nomor satu
karena adanya Gerindra sebagai KMP, dimana bergaining position Danang Wicaksono
sangat kuat di Gerindra.
Mengenai
elektabilitas menurut saya bisa dibangun melalui masa kampanye ini, sementara
bagian kapabilitas dan integritas saya yakin dua-duanya juga memiliki, karena
dua pasangan ini memang “pecah kongsi” di akhir pemerintahan tahun ini (tahun
2010-2015), karena kita tahu bahwa Sri Purnomo ialah Bupati tahun 2010-2015 dan
Yuni Setia ialah Wakil Bupatinya.
Ke
depan menunggu pilkada Sleman ini, dimana ini menjadi salah satu pilkada yang
“dibicarakan” khusus di tingkat Nasional (pusat), saya kira ini akan menjadi
pembelajaran politik besar, baik bagi masyarakat maupun bagi kader-kader
parpol, khususnya mengenai ketaatan terhadap keputusan.
Viki Adi N (KAMMI Komisariat UNY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar