Senin, 16 November 2015

Analisis Kondisi Pilkada Sleman 2015, How?

Terkait analisis kondisi Pilkada Sleman di sini, saya akan mencoba sedikit menganalisis berdasar apa yang saya ketahui. Beberapa hal yang akan saya analisis seperti awal kondisi balon pilkada yang bisa dianggap “panas” dan pasangan calon yang kemudian didukung oleh parpol-parpol.
Pada awal bakal calon di Pilkada Sleman, ternyata sudah membawa polemik dan membawa suasana yang cukup panas. Karena dari balon (bakal calon) Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun yang sebelumnya anggota legislatif DPRD Sleman F-PDIP belum bisa menyerahkan surat yang menyatakan berhentinya dari anggota legislatif. Ini terjadi karena untuk meminta surat tersebut harus ada surat rekomendasi dari PDIP selaku parpol pengusungnya, sementara PDIP sendiri mengusung Yuni Setia Rahayu sebagai balon Bupati Sleman.
Dengan lamanya surat ini tidak keluar, akhirnya hal ini memicu terjadinya aksi oleh pendukung santun (Sri Purnomo dan Sri Muslimatun) dimana terjadi penyegelan terhadap kantor DPRD Sleman agar surat segera ditindaklanjuti termasuk meminta ke gubernur DIY. Akhirnya KPU Sleman sendiri menetapkan keputusan jika surat ini tidak bisa keluar, maka jika memang Sri Muslimatun sendiri telah bertekad baik dan berusaha memenuhi persyaratan ini, maka akan bisa diloloskan, yang akhirnya pada tanggal 22 oktober di loloskan.
Secara aturan memang ini menjadi polemik dan menjadi keputusan kontroversi, karena tidak lengkapnya berkas yang menjadi syarat namun diloloskan. Tapi di sisi lain, karena surat rekomendasi Sri Muslimatun yang keluarnya dari partai seolah-olah partai ini menjadi kunci utama pelolosan, maka ini juga membuat polemik. Selain itu, alasan lain yang menjadi perhatian ialah tagline dari aksi pendukung santun terkait “jangan lukai demokrasi dengan pasangan tunggal”, dimana ketika balon santun ini tidak lolos maka hanya ada satu pasangan tunggal.
Sebenarnya tidak menjadi masalah jika hanya ada pasangan tunggal, namun jika pasangan tunggal saja, maka masalah yang timbul akan lebih besar. Baik terkait massa pendukung, maupun stigma negatif terhadap partai-partai tertentu karena masalah surat tersebut, bahkan terkait KPU dan DPRD.
Keputusan yang akhirnya meloloskan, maka harus kita terima dengan bijak. Di sinilah pembelajaran demokrasi. Paslon nomor satu ialah Yuni Setia - Danang Wicaksono  dan paslon nomor dua ialah Sri Purnomo – Sri Muslimatun. Pemilu akan dilaksanakan 9 Desember (Pemilu serentak), dan dari sekarang (sejak saya tulis ini) kampanye sudah dimulai.
Di daerah Sleman sendiri (sosial politik) sudah bisa terlihat bahwa Sleman menjadi salah satu basis massa PDIP, ini terbukti dengan kemenangan pilpres lalu, dimana unggul 13 kecamatan dari 17 kecamatan. Selain itu, kursi DPRD juga besar dimiliki oleh PDIP yaitu sekitar 13 kursi, selain itu Gerindra 7 kursi dan PKS 6 kursi, sekitar 50%. Sementara nomor 2, diusung oleh PAN, Nasdem, PPP, Demokrat, PKB, Golkar, PBB, dan Hanura. Dimanana secara kursi memang tidak terlalu banyak di DPRD, namun banyaknya partai pendukung ini mesti jadi pertimbangan.
Dari kepemimpinan yang harus memang dipilih tentu kita bisa mencermati dari beberapa aspek, seperti: Parpol yang mengusung, kapabilitas dan intergritas, juga elektabilitasnya. Memang sempat terjadi hal kontroversi dimana PKS selaku parpol islam yang awalnya akan merapat dengan partai-partai paslon nomor 2 yang banyak orang mengatakan basis keagamaan, namun malah merapat ke paslon nomor satu yang kita tahu bahwa di skala nasional PDIP, PKS, dan Gerindra sering terjadi keputusan yang berbeda karena memang terjadi pemisahan di kubu KIH dan KMP.
Namun, kita bisa melihat bahwa salah satu faktor PKS merapat ke paslon nomor satu karena adanya Gerindra sebagai KMP, dimana bergaining position Danang Wicaksono sangat kuat di Gerindra.
Mengenai elektabilitas menurut saya bisa dibangun melalui masa kampanye ini, sementara bagian kapabilitas dan integritas saya yakin dua-duanya juga memiliki, karena dua pasangan ini memang “pecah kongsi” di akhir pemerintahan tahun ini (tahun 2010-2015), karena kita tahu bahwa Sri Purnomo ialah Bupati tahun 2010-2015 dan Yuni Setia ialah Wakil Bupatinya.

Ke depan menunggu pilkada Sleman ini, dimana ini menjadi salah satu pilkada yang “dibicarakan” khusus di tingkat Nasional (pusat), saya kira ini akan menjadi pembelajaran politik besar, baik bagi masyarakat maupun bagi kader-kader parpol, khususnya mengenai ketaatan terhadap keputusan.

Viki Adi N (KAMMI Komisariat UNY) 

Membentuk Kepemimpinan melalui Karakter Gerakan KAMMI

Pada hakikatnya kepemimpinan ini menjadi suksesi atau menjadi cita-cita bagi KAMMI. Seperti yang tertulis dalam visinya, khususnya pemimpin yang mewujudkan bangsa ini yang islami. Kepemimpinan ini bukan tujuan materialis semata, namun itu memang sudah menjadi tugas manusia, sudah menjadi tugas umat Islam. Ini tentu sudah diamanahkan Alloh dalam Al-Baqarah ayat 30 tentang tugas manusia sebagai khalifah, sebagai pemimpin di bumi, sebagai pemakmur di bumi.
Kepemimpinan sangat penting. Sejarah telah membuktikannya. Bahkan Indonesia sendiri telah mengalami berbagai rezim dimana ketika pemimpin itu mulai jauh dari nilai islam, maka tujuan nya pun berubah dan akhirnya seperti yang kita ketahui terjadi banyak penyimpangan. Kita bisa melihat pada akhir-akhir pemerintahan orde lama, atau ketika orde baru mulai langgeng.
Maka kepemimpinan yang islami ini menjadi penting dan bisa terbentuk manakala ada sarana yang mau secara sadar mengarahkan kesana. Sehingga tidak menjadi wacana atau hanya sekedar cita tanpa ada realisasinya. Di sinilah salah satu peran KAMMI berbicara. Hadir di saat bangsa lesu serta mampu mendobrak keberanian pemuda khususnya mahasiswa untuk menyadari bahwa salah satu aset negeri ini mulai hilang, yaitu kepemimpinan Islami.
Ketika kita melihat visi KAMMI, yaitu wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin dalam upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang Islami. Maka dari sini kita akan melihat karakter gerakan KAMMI, yaitu sebagai organisasi kader (harakatu tajnid) bisa dilihat pada “melahirkan kader-kader pemimpin” dan organisasi pergerakan (harakatu amal) yang bisa dilihat pada “upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang Islami”.
Sebagai organisasi kader (haraktu tajnid), maka jelaslah bahwa KAMMI menempatkan dirinya sebagai pencetak dan pengelola kader yaitu kader muslim (kader dakwah) dengan ciri khas yang bisa kita temukan pada paradigma gerakannya. Meski kita melihat KAMMI memang lebih bergerak dalam amal siyasi (ranah politik) dengan tetap memperhatikan ranah yang lain. Dari sini lah mengarah pada konsep kepemimpinan, dimana menurut KAMMI perlu diproduksi kader-kader pemimpin nasional yang tangguh, yakni kader-kader pemimpin yang memiliki tingkat intelektual dan moralitas yang tinggi, tidak pernah sedikitpun berfikir menyelewengkan amanah yang diberikan kepadanya, dan memahami apa yang harus diperbuat untuk membawa bangsanya pada ketinggian budi dengan tidak melupakan aspek materi. Di sinilah KAMMI ingin berperan, yakni menjadi organisasi yang solid secara ideologis maupun teknis, sehingga dapat menjadi wadah yang kondusif bagi lahirnya kader-kader pemimpin nasional yang tangguh.
Cara KAMMI membentuk atau memproses kepemimpinan ini sangat banyak ruang pembelajarannya. Misal bisa kita lihat dari proses kaderisasinya. Setelah rekrutmen maka ada yang dinamakan penjenjangan atau sertifikasi, dimana kualitas kader akan diuji. Sehingga kualitas sangat ditekankan. Selain itu ada juga proses pembinaan seperti MK maupun budaya intelektual kader (membaca, diskusi, dan perangkat-perangkat tarbiyah) serta dalam tahap pengkaryaan, KAMMI membentuk kesadaran kepada kadernya akan sarana siyasi sebagai salah satu sarana untuk mengarahkan kebijakan agar bisa bernilai islami, sehingga kader-kader ini banyak yang menempati pos-pos strategis bukan dalam hal kepentingan pribadi atau ambisi kekuasaan namun untuk kemaslahatan (dakwah). Sehingga kredibilitas dan sikap/ integritas kepemimpinan kader akan diuji sebagai wahana pembelajaran, khususnya ketika berada di kampus. Setelah keluar dari dunia kampus, harapannya inilah yang akan menjadi cikal bakal pemimpin-pemimpin di berbagai sektor yang akan mewarnai sektor tersebut dengan kebaikan.
Kepemimpinan ini juga menentukan sukses atau tidaknya suatu bangunan masyarakat yang Islami serta menentukan akan proses perubahan didalamnya. Maka inilah yang menjadi karakter gerakan yang kedua yaitu organisasi gerakan/ amal (harakatu amal).  Sehingga memang sisi ini tidak bisa saling dipisahkan.
KAMMI sebagai organisasi gerakan/ amal ialah seperti beberapa point yang tercantum dalam misi KAMMI yaitu sebagai wadah untuk mencerahkan dan meningkatkan kualiatas masyarakat (madani) dan mengembangkan kerjasama demi melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Ringkasnya ialah pelayanan sosial dan pencerdasan masyarakat (khususnya politik). Untuk lebih jauh mengetahui KAMMI sebagai organisasi gerakan juga bisa dilihat pada paradigma gerakan KAMMI, seperti gerakan tauhid, gerakan intelektual profetik, gerakan sosial mandiri, gerakan politik ekstraparlementer.
Upaya dalam hal pelayanan sosial dan pencerdasan politik masyarakat inilah yang bisa dikatakan “magang” nya kader - jika masih di kampus - menumbuhkan jiwa kepemimpinan di masyarakat. Sedangkan bagi yang sudah tidak berada di kampus (bukan status mahasiswa) maka itulah yang akan menjadi ruang dunia real setelah lama sebelumnya bergelut di ruang praktek pembelajaran di kehidupan kampus.

Viki Adi N (KAMMI Komisariat UNY)