Sabtu, 08 September 2018

Angka-Angka yang Termakzulkan



Angka-Angka yang Termakzulkan

Oleh: Viki Adi N

Hujan di bulan September sejenak memberi rasa lega dikarenakan rindu yang telah dirasa. Baik oleh katak yang lama bertengger di balik pot dan got kering, rumput yang masih terpendam hingga manusia-manusia yang kadung rakus serta lupa terhadap apa yang disebut dengan syukur. Hujan ini jugalah yang membawa kita pada titik permulaan angka baru di tahun qomariyah.

Anda, tentu saja selaku pelaku aktif medsos akan dihujani dengan "tabligh akbar", kajian hingga diskusi berkaitan dengan refleksi tahun baru. Meski ramainya tidak terlihat seramai percekcokan cebong & kampret atau sejenisnya. Jangan harap ada kembang api, Anda cukup melihat ramai "postingan" di medsos saja, sejatinya Anda sudah bangga (harusnya). Toh, ini bukan tahun baru hura-hura layaknya 1 januari itu. Namun bagaimana kondisi di medsos berkaitan dengan 1440? Anda bisa melihat sendiri.

Saya, Anda, Kita ialah anak bangsa yang sedang tertatih menjalani masa sulit. Entah bagi "mereka" yang tertawa terbahak dengan mengatakan harga kopi masih sama serta mengatakan melemahnya rupiah tak ada apanya. Di sisi lain, kita juga disuguhkan pemandangan susahnya gawai lokal akan meluncurkan tipe barunya dikarenakan salah satu komponennya impor sehingga memasang harga saja perlu berpikir keras meski baru saja tadi gawai bertipe baru dari negeri tembok Cina di flash sale kan dengan harga murah. Miris tentunya. Belum berbicara produk lainnya. Pemandangan semua disuguhkan pada kacaunya manusia di segala urusan. Penyimpulannya pada isu politik yang kian pedas dan tak ramah lagi. Revolusi Mental yang pernah menjadi esai tulisan Pemimpin tertinggi negeri ini hilang entah kemana. Terbukti dengan banyaknya KKN hingga persoalan impor produk pangan yang mana produk lokal masih mencukupi.

Peliknya semua ini perlu kita sadari betul bahwa acapkali kita mengabaikan sebuah relung terdalam dari pembentuk negeri ini. Alih-alih terus berkerja memperbaiki dan menambal sulam sana sini namun masih abai pada aspek paling fundamentalnya. Tentu dengan tidak mengabaikan peran di segala bidang.

Ia ialah sebongkah hati dalam diri individu-individu pembentuk masyarakat dan negara.

Dalam setiap tokoh besar, mulai dari ulama hingga pakar pendidikan, mulai dari Hasan al-Banna hingga al-Attas, mulai dari Nursi hingga Natsir. Semua menyatakan didikan yang baik dari sebuah individu inilah yang akan membawa perubahan besar.

Hati selalu menjadi jantungnya manusia yang mengarahkan pada suatu perbuatan. Semua permasalahan juga bermula dari sini. Mulai percekcokan antara suami isteri sampai perpolitikan dalam perebutan kekuasaan. Semua tertancap erat dalam kuasa bersih kotor nya hati.

Tahun 1440 Hijriah bukanlah tahun untuk memulai perbaikan. Namun mengingatkan kita, setidaknya batas usia kerja kita akan segera berakhir. Meski esok hari kita tidak tau taqdirnya. Artinya perubahan dalam diri diharuskan saat ini pula, bukan menunggu esok dan esoknya lagi. Tahun 1440 hanyalah sejenak lecutan untuk mengingatkan kita. Bahwa September ini bukanlah derai hujan kesedihan untuk meratapi masalah yang terus menjangkiti negeri ini. Namun untuk segera berbenah hati dan kemudian bangkit dengan optimisme serta arah baru untuk membangun kebaikan-kebaikan.

Di negeri ini tak kurang orang baik. Lalu? Dari berjuta orang itu tidak adakah yang layak untuk memimpin? Anda bisa merenunginya.

Angka 1440 akan terdzalimi ketika bumi makin menua namun penduduknya makin tak merawatnya. Mari tunjukkan rasa syukur kepada Sang Pencipta melalui prosesi merawat negeri dengan menyiraminya melalui harumnya keringat dan darah sekalipun.

1440, semoga menjadi titik balik refleksi dari keangkuhan dan kebiadaban menjadi insan yang beradab. []