Selasa, 16 Agustus 2016

Menemukan Kembali Format Kita (2)

Tersangkut, terpaut, atau bingung?

Oleh Viki Adi N
(Kebijakan Publik Komisariat KAMMI UNY)

Ketika gerakan mahasiswa sedang tumbuh subur kala itu, kala orde baru awal, hingga akhirnya mungkin dianggap "masalah" oleh penguasa, maka tiada lain cara mudah mengembalikan atau paling tidak memandulkannya tanpa harus "membumihanguskan"nya ialah dengan cara halus tapi pasti dengan menggesernya ke arah yang paling dekat dengan status mereka.

Ialah mengembalikan ke habitat mereka, yaitu kelas. Juga kemudian dikeluarkan kebijakan normalisasi kehidupan di kampus (NKk/BKk) yang akhirnya sempat meredupkan organisaai-organisasi mahasiswa. Ditambah pula dengan kebijakan KKN dan sebagainya atau sejenisnya. Ini terjadi waktu dulu, hingga kemandulan ini berjalan cukup lama, maka mahasiswa kritis tidak tinggal diam, meski hanya ada forum diskusi dan belum mampu keluar turun ke jalan (dengan banyaknya kasus penculikan oposisi).

Hingga kemandulan ini pecah saat dideklarasikan Deklarasi Malang 1998. Lalu... bagaimana dengan hari ini? Apakah kita merasa itu masih terjadi ? Bahkan penggiringan ke ranah akademis ini semakin kuat?
Sadarkah kalau memang mahasiswa punya dua sekaligus "penguasa" yaitu pemerintah dan kampus?

Ide untuk mengembalikan mahasiswa ke baraknya, yaitu kelas (saya memang tidak setuju kalau baraknya mahasiswa itu kelas, tapi baraknya mahasiswa ialah perannya, ialah gerakan mahasiswa) dan saya melihat penggiringan yang cukup besar dan kuat terjadi saat mahasiswa angkatan 2014, dimana tuntutan akademisnya semakin besar.

Lalu ditengah kegalauan ini (kalau kita tidak galau, mungkin kita perlu turun lalu makan :v), tentu kembali ke gerakan ini akan mengalami penurunan, baik kaderisasi maupun bergaining positionnya .

Lalu... format seperti apa yang kita butuhkan?

#selamatberaktivitas
#ingatAmanahmu
#jangantinggalkanmereka
#dirgahayuIndonesiaku
#jayakanIndonesia2045
#AyoGabungKAMMI

#Gerakan Intelektual Profetik


Find us 📭

👥Facebook : Komisariat KAMMI UNY
🗣Twitter : @kammiuny
📸Instagram : @kammiuny
📚Website : uny-kammi.blogspot.com
💌Email : kammikomsatuny@gmail.com

Menemukan kembali format kita (1)

Satu cukup, dua sempurna

Oleh Viki Adi N
(Kebijakan Publik komisariat KAMMI UNY)

Hari ini saya kembali teringat, lagi dan lagi. Mungkin karena saya merasa salah satu yg membesarkan dan memberikan kedewasaan dalam bersikap, dalam memandang dinamisnya sebuah persoalan dan perubahan adalah di organisasi ini, di organisasi yang dianggap menakutkan dan politis, saya dengar-dengar seperti itu. Sebuah organisasi yang katanya underbow salah satu partai islam di Indonesia, katanya.

Tulisan ini hanya analisis saya yang sederhana selama saya menjadi mahasiswa di UNY, dimana mahasiswa sering disebut-sebut sebagai para intelektual - meski makna intelektual sepertinya hari ini telah menyempit - sebuah idealisme yang seharusnya tertancap kuat dalam dada mahasiswa, kini mulai layu. Karena kita tahu, kalau kita mengikuti idealisme itu, pasti tubuh akan lelah mengikutinya. Namun bukankah lelah itu akan menjadi saksi di akhirat nanti dan Alloh, Rasul Nya serta orang-orang mukmin akan melihatnya?
Lalu bagaimana menjaga idealisme itu? Masih ingat jargon hidup mahasiswa! Hidup mahasiswa Indonesia! saya yakin ingat! Walau hanya saat ospek. Saat ospek kita dibentuk untuk menunjukkan idealisme itu, untuk bangga menjadi agent of change n iron stock. Namun setelah ospek, apa kita masih ingat dan bersemangat untuk meneriakkannya? Atau melanjutkannya dengan menyalurkan di organisasi mahasiswa atau pemuda? Atau malah terjungkal dan terbahak-bahak dengan teman-teman di tempat hiburan? Atau malah menangis di malam minggu karena kesepian?

Saya masih mahasiswa muda, tentu apa yang saya tulis belum banyak makan asam garamnya, saya pun hanya Anggota Biasa 2 di organisasi ini.
Selama mengikuti organisasi mahasiswa di SKI, Ormawa dan ekstra kampus lalu saya membandingkannya. Kesuksesan sebuah organisasi tentu yang bisa membawa organisasinya mencapai visinya, membuat kadernya mampu memiliki kompetensi untuk mewujudkan visinya dengan sistem kaderisasinya yang mapan, sesuai asasnya, ideologinya, karakteristiknya, prinsipnya. Dan saya temui sistem kaderisasi yang mapan, baik, dan berjalan, serta mampu memenuhi muwashoffat (karena saya muslim) ialah sistem kaderisasi yang ada di KAMMI, sebuah organisasi yang dulunya dicetuskan oleh anak-anak LDK - kalau di UNY disebut SKI-UKKI - se Indonesia atau FSLDK dalam kongresnya di Malang ketika negara sedang banyak mengalami krisis (98). Tapi entah kenapa dulu saya sebagai anak SKI lupa akan sejarahnya.

Kembali dalam sistem kaderisasi, meski saya sudah ada forum pembinaan dan saya selalu menganggap bahwa ini adalah salah satu forum yang diutamakan untuk saling mengingatkan, namun saya merasa belum cukup dengan satu keluarga kecil ini, sebut saja ini hanya standar minimal, bukankah kita diminta untuk melakukan dan berusaha sesuai kemampuan kita? Dan saya kira kita sepakat bahwa kemampuan disini bukan kemampuan minimal tapi maksimal.
Dan saya menemukan sistem diluar yang ideal dalam menjaga nafas gerakan, yang menjaga idealisme serta cita-cita hanya di KAMMI. Saya hanya pernah ikut SKI, ormawa, parma dan KAMMI.

Saya menulis bukan karena fanatis akan suatu gerakan, ormas, atau lembaga dakwah. Namun dalam konteks fastabiqul khoirot.
Saya menulis karena saya merasa sedih, merasa kasihan, ada sistem kaderisasi yang bagus, mapan, untuk memahami islam, fastabiqul khoirot, dan membentuk muwashofat (IJDK), namun sekarang banyak ditinggalkan, bahkan oleh orang yang mungkin lupa akan sejarahnya.

Selamat belajar kawan2...
Selamat menyelami sejarahmu.. semoga kita tak galau di persimpangan.

#Gerakan Intelektual Profetik


Find us 📭

👥Facebook : Komisariat KAMMI UNY
🗣Twitter : @kammiuny
📸Instagram : @kammiuny
📚Website : uny-kammi.blogspot.com
💌Email : kammikomsatuny@gmail.com