Kamis, 21 April 2016

Perempuan Hari Ini

Perempuan Hari Ini

oleh Viki Adi N
(Kebijakan Publik Komisariat KAMMI UNY 2016)



Masih dalam suasana hari Kartini dimana sebagian masyarakat kita masih membumikan tradisi-tradisi peringatan dari yang biasa sampai yang luar biasa. Masih dalam suasana hari “keteladanan” perempuan. Kita yakin bahwa masih banyak perempuan yang berjasa dalam membesarkan bangsa ini selain Ibu Kartini. Mari sejenak “menskip” hal itu, tentu bukan untuk melupakan sejarah, karena sejarah itu penting.

Namun marilah sejenak kita merenungi, di hari perempuan ini sebuah refleksi masalah apa yang sedang terjadi di Indonesia. Masalah apa yang terjadi pada perempuan Indonesia.

Komnas Perempuan mencatat 16.217 kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2015. (baca: kompas [7 maret 2016] atau Siaran Pers Komnas Perempuan Catahu 2016) diungkapkan bahwa kekerasan terhadap perempuan semakin meluas. Khususnya dalam ranah personal kasus ini meluas sangat banyak dan ini lah yang paling banyak, ada pula masalah komunitas, dan beberapa juga terkait negara.

Belum lagi terkait masalah pribadi, dimana masalah “harga diri” perempuan sepertinya semakin kesini semakin menurun. Seperti dikutip dari CNN, Psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana mengatakan bahwa benang merah masalah perempuan selalu berkutat pada self esteem (harga diri).
Bahkan self esteem ini akan menyangkut dalam hal fisik. Berdasarkan data yang diungkapkan oleh beliau, tahun 2013 sebanyak perempuan 33% di dunia mengaku tidak bahagia dengan bentuk fisiknya. Dan angka ini cenderung naik dari tahun ke tahun.

Ini ketika bicara dunia, apalagi di Indonesia yang bisa kita lihat bahwa proses westernisasi akibat globalisasi dari kemajuan teknologi sangat besar. Memang benar adanya seperti itu. Fisik perempuan menjadi barang eksploitasi perdagangan. Semua bermula dari harga diri. Penampilan menjadi keutamaan.

Coba kita amati saja sekilas, kita bisa menarik benang merahnya. Mulai dari masalah “personal”, “komunitas”, bahkan mengerucut pada “harga diri”. Setidaknya disini kita mengerti bahwa benar upaya perbaikan memang seharusnya dimulai dari tingkatan individu. Berarti dalam hal ini ialah perempuan.

Wajar harga diri menjadi rendah, karena memang dalam suasana pembentukan global dalam dunia ini sedang gencar-gencarnya namun tidak ada keseimbangan filter. Maka hendaknya sebagai manusia yang “katanya” memanusiakan manusia atau bahasa kerennya ialah humanisasi, pantaskah kita melihat ini sebagai hal biasa?
Maka hendaknya sebagai manusia yang “katanya” adalah mahluk yang merdeka atau bebas, pantaskah kebebasan menoreh luka? Maka hendaknya manusia mengembalikan semua pada fitrahnya, bahwa pembinaan moral untuk manusia adalah hal yang utama. Bahwa pembinaan pada agama ialah yang utama.
Mengembalikan konsep pembinaan perempuan dalam moral agama menjadi hal utama dewasa ini. Sehingga fitrah perempuan tidak ternodai oleh nilai westernisasi yang jelas bisa kita lihat bahwa itu tidak sesuai dengan ideologi bangsa kita. Mari bangkitkan kembali nilai-nilai profetik dalam pembinaan perempuan.

Selamat hari Kartini, selamat berjuang!
#Mari lakukan perbaikan bersama

#GerakanIntelektualProfetik

Jumat, 01 April 2016

Ketika masa depan berbicara



Ketika masa depan mulai berbicara
Merujuk pada biji-biji yang mulai ditanam
Sepertinya penanam pun lupa
Lupa akan penyiapan untuk membuat dan memilih biji itu

Ketika masa depan mulai berbicara
Semua dilakukan
Tanpa pertimbangan prioritas Sang Teladan Manusia
Perilaku hewan terlihat disetiap jengkal dewasa ini
Namun manusia
Mungkin ia lupa bahwa ia manusia

Ketika masa depan mulai berbicara
Sebuah proses penyepadanan nilai global sudah terasa
Menusuk sendi-sendi moral
Mengahancurkan tatanan sistem kebaikan yang tiada terorganisir
Memupuk subur sistem kerangka kerancuan kehidupan yang dibalut keindahan
Menuju sebuah tatanan dunia baru material

Ketika masa depan mulai berbicara
Ketika biji itu mulai tumbuh
Terjadi sebuah proses pelantaran tatanan nilai kasih
Hilangnya sebuah keteladanan dari madrasah pertama
Karir jadi tujuan
Tetapi ia lantarkan generasi selanjutnya
Dan lantas ia tinggalkan generasi lemah

Ketika masa depan mulai berbicara
Fase ini akhirnya terulang lagi
Kembali menusuk
Bukan hanya sendi, namun sampai ke sel-sel mentalitas
Sampai Sel-sel nurani kepribadian, semua terkoyak habis
Tinggallah utopis cita-cita bangsa ini

Ketika masa depan mulai berbicara
Generasi bunga hanya sekedar wacana
Generasi bunga ini hanya memikirkan dirinya
Egois menjadi pilarnya
Fashion menjadi pola hidupnya
Food menjadi sasarannya
Film menjadi nuraninya
Fun menjadi tujuannya

Ketika masa depan mulai berbicara
Generasi bunga bangsa ini lelap tertidur
Oleh tingginya IPK yang membuatnya sombong
Oleh kaya nya mereka yang membuatnya lupa orang dibawahnya
Oleh ilmunya yang banyak namun tak mau berbagi dan hanya dimanfaatkan untuk dirinya sendiri
Oleh hancurnya bingkai keimanan yang tertanam dihatinya atau bahkan sama sekali tak ada bekasnya
Oleh sikap yang tak mau menghargai dan tak mau mengulurkan tangannya walau hanya sejengkal
Oleh kepuasan dirinya..

Ketika masa depan berbicara
Generasi bunga ini lebih lelap lagi tertidur
Ia nyaman dalam lingkungannya sendiri
Ia nyaman dengan apa yang dilakukan
Namun tak peka akan keterbatasan dan ketidaknyamanan disekelilingnya
Sebuah feeling n respons pada lingkungan dalam segala aspek yang hilang
Sebuah pemecahan dan kerancuan mindset akan hakikat kesempurnaan agama melanda dahsyat
Ketika masa depan berbicara
Jadi apakah negeri ini?
Benarkah kondisi dalam film Alif Lam Mim akan terjadi di negeri ini?
Jawabannya ada ditangan kalian

Wahai generasi bunga...

Viki Adi N