Menggapai
harapan, Menepis angan
(Sebuah refleksi profil Syakhsiyah Daiyah Fikriyah)
Oleh Viki Adi N
Struktur pada level komisariat merupakan pilar penyangga
yang kuat. Merupakan sebuah pilar penyokong kader terbesar. Merupakan tempat
ideologisasi pertama dalam penguatan-penguatan kepribadiannya. Struktur
komisariat pun selalu menjadi tempat andalan untuk menurunkan berbagai macam
kebijakan-kebijakan dalam kerja-kerja organisasi. Tanpa struktur komisariat,
KAMMI tidaklah menjadi besar, karena inilah ujung akar-akarnya.
Proses ideologisasi KAMMI pun berjalan mematangkan diri pada
level ini. Proses pembinaan yang tajarrud
(bertahap) dimulai. Mulai dari proses ta’rif,
takwin, hingga proses tanfidz
dengan melakukan proses penjenjangan pada sistem pengkaderannya, mulai dari
Anggota Biasa 1 (syakhsiyah islamiyah harokiyah),
Anggota Biasa 2 (syakhsiyah daiyah
fikriyah), hingga Anggota Biasa 3 (syakhsiyah
qiyadah siyasiyah). Dimana profil-profil ini sebenarnya mengacu pada arkanul baiah, pada rukun amal, pada
tahapan amal yang pertama, ishlahun-nafs
(perbaikan diri), dimana perbaikan individu muslim ini mengacu pada 10 muwashofat dimana tujuannya ialah
membentuk profil syakhsiyah islamiyah.
Merunut profil inilah, kemudian KAMMI melakukan sebah proses pengkaderan untuk
mewujudkan visi nya.
Pada level kkomisariat, bahkan kalau kita mengacu pada
konstitusi yang ada di KAMMI, bahwa pada struktur kepengurusan komisariat
bahkan dalam tatanan pendirian komisariat sebut saja, maka level anggota
minimal yang akan mengisinya adalah pada AB1 dan AB2. Kita perlu mengingat
bahwa AB1 adalah kader KAMMI yang sudah tersertifikasi pasca DM1 dan telah
mengikuti MK1 (khos). Maka proses ideologisasi
ini harus senantiasa berjalan di level komisariat jika memang ingin
mempertahankan eksistensi dakwah kampus dalam tatanan gerakan mahasiswa. Bayangkan
saja ketika para kader-kader KAMMI hanya berada pada level “pasca DM1”,
sehingga tidak adanya peran para qoidah
daiyah fikriyah (AB2)? Saya yakin
kita sepakat dengan jawabnnya, “komisariat itu bubar!”. Hal ini telah banyak
terjadi. Kejumudan dan kegundahan serta rasa was-was telah merasuk pada
sebagian kader, meracuni para pemandu-pemandu MK, menusuk para pemangku
kebijakan dalam tataran proses pembinaan, menimbulkan kontradiksi-kontradiksi
dalam tataran lapangan, saling menyalahkan, menuduh, bahkan masih saja ada
aktivis dakwah yang kemudian mempertanyakan “status” sebut saja AB2 dan
kemudian dirinya tidak mau mengikuti alurnya karena dianggap tidak mampu
menciptakan kader yang berkompeten dalam hal “kaffah”.
Inilah yang kemudian menjadi kegundahan, keresahan,
bahkan menjadi banyak praduga-praduga, prasangka-prasangka, padahal
serendah-rendahnya cinta, serendah-rendahnya
ukhuwah islamiyah ialah ketika ia tidak memiliki prasangka-prasangka buruk,
hasad, iri, dengki pada saudaranya! Apalagi bagi sesama orang yang mengaku
sebagai aktivis dakwah?
Persoalannnya sebenarnya bukan pada profilnya, bukan pada
statusnya, bukan pada Manhajnya,
bukan pada alur pengkaderannya, namun pada “kader”nya. Hendaklah kita berbaik
sangka dan bijak. Kita berpacu pada semangat idealisme tentu agar ketika belum
mampu mencapai harapan - sebut saja langit ketujuh - paling tidak sampailah
pada tataran bintang-bintang. Atau paling tidak adalah mencapai titik dimana lebih
memilih kemudharatan yang sedikit. Maka pertanyaannya, memilih menjatuhkan
komisariat atau memilih dengan egonya sendiri?
Jujur saja, ketika kita ingin berbicara ideologisasi
secara terbuka, berbicara fikroh secara terbuka maka di KAMMI lah kita bisa
berbicara itu! Mulai dari fikroh gerakan, fikroh yang menjadi acuan kita,
fikroh yang menjadi landasan gerak kita, fikroh yang diharapkan akan lebih
cepat dalam mencapai tujuan diantara yang lain, fikroh yang syumul. Kita tidak akan
menemukannya bahkan dalam tataran SKI/LDK sekalipun yang dulunya merupakan
cikal bakal berdirinya KAMMI ini.
Padahal kita menyadari bahwa fikroh ini adalah yang harus
diselesaikan terlebih dahulu sebelum menguasai ilmu alatnya. Sehingga fikroh
inilah yang akan mengarahkan ilmu-ilmu tersebut ke dalam tataran kesatuan amal
menuju harapan, bukan sekedar angan yang terpisah-pisah dalam geraknya, namun
satu kesatuan secara beriringan dan berkesinambungan. Masihkah di lubuk kita
ingin mempertanyakan penjenjangan dalam alur pengkaderan tersebut?
Bicara qoidah
fikriyah (basis konsep) dalam siyasatudda’wah
KAMMI, maka kita akan dibawa pada profil AB2 sebagai gaungnya, karena profil
ini adalah profil syakhsiyah daiyah
fikriyah. Profil yang bukan sekedar kader-kader yang semangat bergerak saja
di tengah masyarakat, namun juga menjadi pemikir-pemikir dan
konseptor-konseptor pada tataran ide dalam komisariatnya. Meski saya akui,
bahwa pada level ini bukan berarti kader telah sempurna, namun saya akan lebih
menghargai dalam prosesnya untuk menjadi yang lebih baik dan meningkatkan
kesiapan, kapasitas, serta proses spirit
untuk menjemput momentum-momentum yang ada di depan. Karena dikalangan kader
sendiri terkadang masih ada saja yang kemudian mempertanyakan akan “status”
tersebut, bahkan tidak jarang yang kemudian memiliki “status” tersebut namun
tidak beramanah dalam menjalankan berbagai aktivitasnya, kontribusinya, serta
kecakapan yang dimilikinya.
Inilah sebuah refleksi bagi kita semua, bukan sekedar
bagi kader yang memiliki status “syakhsiyah
daiyah fikriyah”, bukan sekedar kader yang tidak mau mengikuti alurnya,
namun bagi kita semua! Khususnya bagi para kader KAMMI sebagai aktivis dakwah itu
sendiri! Merefleksikan bahwa rapinya sturktur, bahwa dakwah yang bersifat tajarrud harus dilakukan, dan alur
pengkaderan ini adalah bagian dari kita mengamalkan apa yang ada dalam prinsip tajarrud tersebut.
Sehingga kedepan tidak ada lagi “status” yang
dipertanyakan. Kenapa? Karena kita ingin menciptakan profil itu menjadi profil
yang menuju kesempurnaan. Lalu dimulai dari saiapa? tentu dari diri kita selaku
kader KAMMI, bukan kemudian malah menghardik dan mengahsut sesama kader untuk
tidak mengikuti alur ini. Semoga yang sedikit ini mampu menajdi refleksi bagi
kita, sehingga kedepan yang ada hanyalah kontirbusi, kontribusi, serta kontribusi,
buktikan dengan amal, buktikan dengan kerja nyata, buktikan hal itu. Tanpa menghasut,
tanpa mencaci, namun beramal nyata. KAMMI menunggu kontribusi kita.
Begitulah, menggapai harapan, menepis angan!
Gaza, Sabtu, 6 Mei 2017, 9.10.